REPUBLIKA.CO.ID, oleh Mimi Kartika, Amri Amrullah, Antara
Kemarin, pemerintah menetapkan sejumlah kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) naik ke Level 2 Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Kenaikan level akibat tren jumlah kasus Covid-19 yang turut naik.
Hari ini kebijakan tersebut berubah. PPKM di Jabodetabek kembali turun ke Level 1.
Ternyata alasannya, pemerintah memperkirakan Jabodetabek dapat kembali ke Level 1 dalam satu sampai dua pekan ke depan. Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Safrizal ZA mengatakan, meskipun berdasarkan indikator transmisi komunitas Jabodetabek berada pada Level 2, tetapi dalam satu pekan terakhir terjadi tren pelandaian (flattening).
Menurut dia, hal ini mengindikasikan wilayah aglomerasi Jabodetabek telah melewati puncak. "Dengan perkembangan tersebut, kami memperkirakan wilayah aglomerasi Jabodetabek dapat kembali ke Level 1 dalam satu atau dua minggu ke depan," ujar Safrizal saat dikonfirmasi Republika, Rabu (6/7/2022).
Koreksi kenaikan level PPKM dilakukan Mendagri Tito Karnavian melalui Instruksi Mendagri (Inmendagri) Nomor 35 Tahun 2022 tentang PPKM pada Kondisi Covid-19 di Wilayah Jawa dan Bali. Dalam Inmendagri 35/2022 yang berlaku mulai 6 Juli sampai 1 Agustus disebutkan, seluruh wilayah di Jawa-Bali masuk kriteria level 1.
Safrizal mengatakan, Inmendagri tersebut akan berlaku selama satu bulan, sedangkan kasus sudah mulai melandai dan diperkirakan akan kembali ke Level 1. Berdasarkan ulasan dan asesmen terhadap kondisi itu serta tingkat rawat inap dan kematian yang rendah dan terkendali, maka Jabodetabek tidak di Level 2.
"Setelah melakukan review dan asesmen terhadap kondisi tersebut, mengingat Inmendagri akan berlalu selama satu bulan, dengan pertimbangan kasus yang sudah mulai melandai dan diperkirakan akan kembali ke Level 1, serta tingkat rawat inap dan kematian yang masih rendah dan terkendali, kami memutuskan untuk merevisi level PPKM wilayah aglomerasi menjadi Level 1," kata Safrizal.
Dia mengatakan, langkah tersebut dilakukan untuk tetap menjaga aspek kesehatan dengan memperhatikan tren pemulihan ekonomi yang terus berlanjut. Dengan demikian, Inmendagri 35/2022 mencabut Inmendagri 33/2022.
Meski upaya menekan penyebaran Covid-19 tidak jadi menggunakan mekanisma kenaikan level PPKM, pemerintah tetap berencana menggiatkan vaksin booster. Caranya dengan menjadi booster syarat wajib bagi pengunjung tempat publik.
Pakar menilai vaksin booster ini merupakan konsekuensi ketika masyarakat sudah mulai mengabaikan protokol kesehatan (proses) padahal virus Covid-19 itu masih ada. Pengamat Kesehatan Masyarakat dari Universitas Indonesia, dr Hasbullah Thabrany mengungkapkan efektivitas vaksin Covid yang sama dengan penyakit flu adalah 6-12 bulan. Sehingga seperti sifat-sifat alamiah vaksin flu setelah 6-12 bulan efektivitas akan semakin berkurang.
"Hal ini diperparah dengan melemahnya kedisiplinan proses di masyarakat, sehingga angka Covid-19 naik kembali, tentu syarat vaksin booster ini diperlukan untuk menekan angka penularan tersebut," kata dia kepada wartawan, Rabu (6/7/2022).
Di bulan-bulan sebelumnya, ungkap dia, ketika proses masih menjadi kewajiban di tempat umum, dan booster menjadi syarat berpergian, terbukti cukup ampuh menurunkan angka Covid-19. Cara inilah yang kembali ingin diterapkan pemerintah agar angka penderita Covid tidak naik secara signifikan dan bisa kembali turun.
"Oleh karena itu karena dalam dua pekan ini kasus Covid kembali naik. Sedangkan jarak vaksin terakhir sudah mungkin melewati batas waktu 6 bulan, maka vaksin booster jadi bagian yang dipertimbangkan pemerintah," katanya.
Ia mengaku sangat mendukung upaya pemerintah ini, untuk kembali dilakukan vaksin booster. Tentu langkah ini, menurut dia, harus dilakukan berbarengan dengan tetap menjalankan proses, karena Covid sejatinya masih ada.
Ketua Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) Dr dr Erni J Nelwan, PhD, SpPD, KPTI, FACP, FINASIM menyatakan prokes masih ampuh guna mencegah subvarian BA.4 dan BA.5. Seperti diketahui, virus Covid-19 terdiri dari berbagai varian dan subvarian memiliki susunan protein yang berbeda, hingga gejala, tingkat keparahan, serta kecepatan penularannya.
"Memahami perbedaan itu penting, tapi menurut saya, jauh lebih penting menerapkan upaya pencegahan, yang sudah dipahami dan dihapal sebelumnya," kata dia dalam siaran pers.
Dokter Erni menekankan bahwa protokol kesehatan masih perlu diterapkan, begitu juga dengan pemenuhan vaksinasi terhadap seluruh masyarakat. Sebab, ganas atau tidaknya gejala dari suatu penyakit tidak bisa hanya bergantung dari virusnya.
"Jadi kalau menyerang orang yang daya tahan tubuhnya lemah, punya penyakit gula, itu gula darahnya tidak terkontrol, berakibat ke jantung dan ginjal. Ini lebih berat ke orang ini, bahkan kalau pun terinfeksi virus yang ringan," kata dr Erni.
Di saat kasus meningkat ia mengatakan ada banyak cara untuk menjaga kesehatan. Yaitu mulai dari makan sehat, berolahraga, menambahkan vitamin dalam asupan harian, hingga mengelola stres.
Ia menekankan, hidup harus seimbang. "Harus seimbang, kerja, istirahat yang cukup, olahraga minimal 150 menit dalam seminggu. Harus punya manajemen stres yang oke. Seimbang antara pikiran, fisik, dan psikis. Jadi jangan kerja terus, harus ada upaya untuk relaksasi," kata dr Erni.