Jumat 24 Jun 2022 03:30 WIB

Peneliti Belanda: Perlu Reformasi Sistem Pemilu Cegah Politik Uang di Indonesia

Bawaslu dinilai tidak diberi kemampuan yang cukup untuk menghentikan politik uang

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Bawaslu dinilai tidak diberi kemampuan yang cukup untuk menghentikan politik uang dalam pemilu. Ilustrasi.
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Bawaslu dinilai tidak diberi kemampuan yang cukup untuk menghentikan politik uang dalam pemilu. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Indonesia perlu melakukan reformasi terhadap sistem pemilihan umum (pemilu) untuk mencegah praktik politik uang dalam pesta demokrasi. Pernyataan itu diungkapkan Peneliti Antropologi Politik Komparatif dari University of Amsterdam Ward Berenschot.

"Smart reform, dengan menganalisis sistem elektoral yang ada di Indonesia untuk menemukan titik bagaimana mengubah sistem supaya tingkat money politics turun," kata Ward dalam diskusi daring Pemilu 2024: Pertaruhan Demokrasi Indonesia seperti dipantau dari Jakarta, Kamis (23/6/2022).

Baca Juga

Dia mencontohkan reformasi sistem pemilu tersebut salah satunya dapat dilakukan melalui penguatan kewenangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI untuk menghentikan praktik politik di masyarakat saat pemilihan umum. Peneliti Lembaga Ilmu Bahasa, Negara, dan Antropologi Kerajaan Belanda (KITLV) itu mengatakan salah satu acuan pengawas pemilu adalah lembaga pengawas pemilu flying squads di India.

"Menurut saya, sekarang Bawaslu tidak diberi kemampuan yang cukup untuk menghentikan money politics. Saya kira, Bawaslu bisa di masa depan, tapi perlu kewenangan yang lebih luas dan anggaran juga yang cukup, contoh negara lain," katanya.

Terkait reformasi sistem pemilu, Ward mengusulkan sejumlah reformasi sistem pemilu yang menurutnya dapat membuat kampanye pemilu menjadi lebih murah. Usulan pertama adalah integrasi pemilihan untuk parlemen dan pemilihan kepala daerah. Dia menilai integrasi tersebut dapat dilakukan dengan menempatkan calon di urutan pertama dalam daftar partai terbesar di parlemen untuk secara otomatis menjadi bupati atau kepala daerah.

Selanjutnya ialah dengan memberlakukan e-voting untuk mengurangi kebutuhan saksi pemungutan suara serta melarang atau mencegah calon membayar mahar politik kepada partai. "Namun yang menurut saya penting adalah perkumpulan ilmuwan politik orang Indonesia untuk membuat sebuah proposal reformasi pemilu dan membawa itu ke DPR," katanya.

Dia menilai para politisi di parlemen akan sepakat dengan usulan reformasi pemilu. "Mereka seperti orang berjudi sekarang, harus keluar banyak uang tetapi tidak tahu hasilnya. Setelah pemilihan umum banyak orang masuk rumah sakit. Jadi, ini tidak sehat untuk mereka juga. Saya kira ada titik masuk di sana yang mana mereka juga mau mengubah sistem," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement