REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) meminta pemerintah pusat menunda penghapusan tenaga honorer yang direncanakan pada November 2023. Apkasi mengusulkan agar kebijakan tersebut dieksekusi setelah Pemilu 2024 rampung.
"Apkasi berpendapat agar penghapusan (honorer) untuk sementara ditunda sampai selesai Pemilu 2024," kata Direktur Eksekutif Apkasi Sarman Simanjorang kepada Republika, Rabu (15/6/2022).
Ketika ditanya alasannya mengapa penundaan perlu dilakukan hingga Pemilu 2024 rampung, Sarman enggan memberikan penjelasan lebih lanjut. Dia hanya mengatakan bahwa persolan ini akan dibahas lebih lanjut dalam rapat kerja nasional Apkasi pada akhir pekan ini.
Secara umum, kata Sarman, sikap Apkasi hampir sama dengan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) dalam melihat persoalan penghapusan honorer ini. Untuk diketahui, Apeksi pada Sabtu (11/6/2022) menyatakan bahwa penghapusan tenaga honorer tak bisa dipaksakan tuntas pada 2023. Apabila dipaksakan, maka pelayanan publik akan lumpuh dan banyak pengangguran baru bermunculan.
Apeksi mengusulkan agar pemerintah pusat melakukan pemetaan menyeluruh terlebih dahulu terkait jumlah pegawai yang dibutuhkan di setiap instansi. Dengan begitu, bisa disiapkan rekrutmen baru Pekerja Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) maupun pekerja alih daya untuk mengisi kekosongan posisi honorer.
Sebelumnya, Menpan-RB Tjahjo Kumolo mengeluarkan surat edaran terkait penghapusan tenaga honorer pada 28 November 2023. Surat edaran bernomor B/185/M.SM.02.03/2022 itu diterbitkan pada 31 Mei 2022.
Berdasarkan data Kemenpan RB per Juni 2021, tercatat ada 410.010 THK-II alias honorer yang mengabdi sebelum tahun 2005. Jumlah tersebut baru sebagian dari total honorer karena masih ada instansi yang merekrut honorer pascatahun 2005.