REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Janji Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk meninjau kembali putusan sidang kode etik terhadap AKBP Raden Brotoseno belum terealisasi. Itu karena, proses perevisian internal Peraturan Polri (Pekapolri) 14/2011 tetang Kode Etik Polri, dan Perkapolri 19/2012 tentang Komisi Kode Etik Polri belum dilakukan. Alhasil, desakan untuk memecat Brotoseno dari anggota kepolisian belum terwujud.
Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri, Inspektur Jenderal (Irjen) Dedi Prasetyo mengatakan, janji Kapolri untuk mengevaluasi, dan mengubah Perkapolri 14/2011, serta Perkapolri 19/2012, masih dalam tahap proses. Menurut Dedi, tim internal Mabes Polri, sedang menginventarisir argumentasi untuk dimasukkan ke dalam draf perubahan dua aturan etika internal di kepolisian itu.
“Secepatnya revisi Perkap akan diselesaikan,” kata Dedi, Senin (13/6/2022). Jika sudah dirampungkan, kata Dedi menjelaskan dua Perkapolri tersebut akan segera diundangkan, dan direalisasikan. Selanjutnya, terkait janji Kapolri untuk memasukkan klausul Peninjauan Kembali (PK) atas putusan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP), Dedi menerangkan akan tetap menjadi prioritas.
“Setelah selesai, nanti akan ada langkah-langkah teknis dari Kadiv Propam untuk mempersiapkan,” ujar Dedi.
Perevisian Perkapolri 14/2011 dan 19/2012 sebetulnya respons tegas Kapolri Sigit terkait kasus AKBP Brotoseno. Publik dan para pegiat antikorupsi, meminta Kapolri, agar memecat Brotoseno dari Korps Polri. Desakan itu, karena Brotoseno sudah terbukti inkrah di pengadilan, melakukan korupsi, dan pemerasan. Pun Brotoseno, sudah menjalani hukuman penjara 5 tahun, meskipun mendapatkan remisi menjadi tiga tahun.
Namun, putusan pengadilan itu, tak membuat AKBP Brotoseno dipecat dari satuan. Meskipun putusan sidang KKEP juga menyatakan Brotoseno bersalah melakukan perbuatan tercela, berupa korupsi, dan pemerasan. Namun, KKEP, mempertahankan Brotoseno sebagai anggota Polri dengan alasan prestasi, dan berprilaku baik. Forum etik internal Polri itu, hanya menghukum Brotoseno berupa meminta maaf, dan demosi, atau pindah jabatan.
Kapolri Sigit, kepada wartawan di Gedung MPR/DPR, pekan lalu mengakui, putusan sidang KKEP untuk AKBP Brotoseno itu mencederai rasa keadilan masyarakat. Pun putusan tanpa memberikan sanksi berat itu, mencoreng penilaian publik terhadap institusi Polri. Untuk itu, Sigit menjelaskan, perlu ada mekanisme internal memastikan, setiap putusan etik dari internal Polri, mampu menjawab keadilan bagi masyarakat.
Masalahnya, Sigit menerangkan, putusan pelanggaran kode etik mengacu pada dua aturan Polri yang tak memberikan ruang adanya PK. “Karena memang di dalam Perkap yang lama, Perkap 14, dan Perkap 19 memang tidak ada mekanisme untuk melakukan hal-hal terhadap suatu putusan yang terkait dengan kode etik yang dirasa menciderai rasa keadilan publik,” ujar Sigit.
Untuk itu, Sigit memerintahkan, untuk mengubah Perkapolri 14/2011 dan Perkapolri 19/2012 dengan mamasukkan mekanisme adanya PK atas setiap putusan sidang KKEP. “Dalam waktu dekat, Perpol tersebut dapat selesai. Dan tentunya, ini akan membuka ruang kepada saya selaku Kapolri untuk meminta peninjauan kembali atau pelaksanaan peninjauan kembali terhadap putusan sidang etik AKBP Brotoseno,” kata Sigit.