Sabtu 11 Jun 2022 12:21 WIB

Kelas JKN-KIS Dihapus, KSP: Kelas Rawat Inap Standar Memanusiakan Manusia

Program KRIS akan diuji cobakan pada rumah sakit khusus vertikal milik Kemenkes

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Nur Aini
Petugas melayani peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kantor Cabang Jakarta Pusat, Senin (21/2/2022). Pemerintah mewajibkan sejumlah layanan publik mensyaratkan kepersertaan BPJS Kesehatan. Tujuannya, demi optimalisasi pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022.Beberapa layanan publik yang mewajibkan syarat BPJS Kesehatan yakni mulai dari jual beli tanah, mengurus SIM, STNK , SKCK hingga Haji dan Umrah.Prayogi/Republika
Foto: Prayogi/Republika
Petugas melayani peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kantor Cabang Jakarta Pusat, Senin (21/2/2022). Pemerintah mewajibkan sejumlah layanan publik mensyaratkan kepersertaan BPJS Kesehatan. Tujuannya, demi optimalisasi pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022.Beberapa layanan publik yang mewajibkan syarat BPJS Kesehatan yakni mulai dari jual beli tanah, mengurus SIM, STNK , SKCK hingga Haji dan Umrah.Prayogi/Republika

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kantor Staf Presiden mendukung penuh uji coba penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) pada Juli 2022. Dengan demikian kelas 1, 2, dan 3 yang ada dalam program  Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) akan dihapuskan. 

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Noch Tiranduk Mallisa mengatakan, pelaksanaan KRIS merupakan amanah Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem jaminan Sosial Nasional (SJSN). Tujuannya untuk memberikan fasilitas dan pelayanan kesehatan yang sama bagi peserta BPJS kesehatan.

Baca Juga

"KRIS ini memanusiakan manusia. Ini sejalan dengan amanah UU, bahwa semua masyarakat memiliki hak yang sama dalam mendapat fasilitas dan pelayanan kesehatan," kata Mallisa, dikutip dari siaran pers KSP, Sabtu (11/6).

Ia mengungkapkan, untuk tahap awal program KRIS akan diuji cobakan pada rumah sakit khusus vertikal milik Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Sebab, ujar Mallisa, dari sisi sumber daya, rumah sakit vertikal mendapat dukungan penuh dari pemerintah pusat.

"Baik dari sisi pemenuhan infrastruktur dan anggarannya," ujarnya.

Ia menyebut, dari hasil monitoring dan verifikasi lapangan tim Kantor Staf Presiden, rumah sakit vertikal Kemenkes di beberapa daerah sudah siap untuk uji coba KRIS. Mallisa menyebut beberapa rumah sakit yang sudah dikunjungi, di antaranya RS dr. Sardjito di Yogyakarta, RS Pongtiku Toraja Utara, dan RS TNI AD Reksodiwiryo di Padang Sumbar.

"Dari hasil verlap kami (KSP) memang masih ada sejumlah kendala yang dihadapi rumah sakit vertikal Kemenkes dan TNI dalam menerapkan KRIS. Seperti ketersediaan lahan dan infrastruktur lainya. Tapi intinya mereka siap untuk uji coba. Ini yang terus kita dorong," ujar Mallisa.

Mantan Dirbinlitbang Puskesad ini mengakui, penerapan KRIS tidak mudah dan butuh masa transisi yang panjang. Sebab, terdapat banyak hal yang harus dipersiapkan, mulai dari standar fasilitas ruangan hingga besaran iuran, dan tarif rumah sakit yang harus diformulasikan kembali. 

"Implementasi secara utuh masih memerlukan waktu yang tidak singkat. Masyarakat tidak perlu khawatir dan tetap tenang menanggapi hal ini. Saat ini pelayanan BPJS Kesehatan dan rumah sakit masih berjalan seperti sedia kala," ujarnya.

Mallisa berharap penerapan KRIS di rumah sakit vertikal Kemenkes berjalan baik, sehingga bisa dilanjutkan ke rumah sakit TNI-Polri, rumah sakit pemerintah daerah, hingga ke rumah sakit swasta.

Sebagai informasi, tahap awal, KRIS akan diimplementasikan pada 50 persen rumah sakit vertikal dengan menetapkan 9 kriteria wajib dari 12 kriteria yang disepakati. Empat kriteria wajib pertama mensyaratkan bahan bangunan RS tidak memiliki porositas yang tinggi, ventilasi udara, pencahayaan ruangan, kelengkapan tempat tidur dengan minimal 2 setop kontak, serta nurse call yang terhubung dengan ruang jaga perawat. 

Lima kriteria sisanya mewajibkan tersedia meja nakas, stabilnya suhu ruangan 20-26 derajat celsius, ruangan terbagi jenis kelamin, usia, dan jenis penyakit (infeksi, noninfeksi, dan bersalin), pengaturan kepadatan ruang rawat dan kualitas tempat tidur, serta tirai atau partisi rel dibenamkan atau menempel plafon dan bahan tidak berpori.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement