Jumat 10 Jun 2022 18:30 WIB

Penyakit PMK Ancam Produktivitas Ternak Saat Kebutuhan Qurban 2022 Meningkat

Hingga kini, pemerintah belum menetapkan wabah PMK sebagai kejadian luar biasa.

Warga melewati pintu gerbang pasar hewan Muning yang ditutup sementara di Kota Kediri, Jawa Timur, Jumat (10/6/2022). Pemerintah daerah Kota Kediri memperpanjang penutupan pasar hewan dari sebelumnya dua pekan menjadi selama empat pekan guna menangkal penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak.
Foto: ANTARA/Prasetia Fauzani
Warga melewati pintu gerbang pasar hewan Muning yang ditutup sementara di Kota Kediri, Jawa Timur, Jumat (10/6/2022). Pemerintah daerah Kota Kediri memperpanjang penutupan pasar hewan dari sebelumnya dua pekan menjadi selama empat pekan guna menangkal penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Deddy Darmawan Nasution

Kasus penyakit mulut dan kuku atau PMK asat ini tengah merebak di Indonesia. Penyakit akut akibat infeksi virus itu menyebar jelang pelaksanaan Idul Adha yang biasa dirayakan oleh umat Muslim dengan menyembelih hewan qurban yang lazimnya berupa ternak sapi, kambing, atau domba.

Baca Juga

Berdasarkan catatan sejarah, penyakit PMK pertama di Indonesia dilaporkan pada 1887. Dalam kurun tahun 1974 sampai 1986, pemerintah melakukan berbagai upaya untuk memberantas dan mengeliminasi penyakit sangat menular yang menjangkiti hewan berkuku genap itu.

Setelah berbagai upaya pemberantasan dilakukan, Badan Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties/OIE) pada 1990 menyatakan bahwa wilayah Indonesia sudah bebas dari PMK. Untuk penularan PMK kali ini, penyebabnya belum diketahui secara jelas, tetapi ada dugaan pembukaan keran ekspor daging kerbau dari India yang belum bebas dari PMK.

Kebijakan membuka keran impor daging kerbau dari India yang mulai diterapkan pada 2016 sebenarnya mendapat tentangan dari ahli peternakan karena dinilai bisa menjadi pemicu wabah PMK, tetapi kebijakan itu tetap diterapkan untuk menyediakan protein hewani yang murah. Selain itu, ada yang menduga masuknya daging selundupan dari India yang harganya separuh dari harga daging di Indonesia sebagai penyebab masuknya PMK ke wilayah Indonesia.

Penyakit yang disebabkan virus tipe A dari keluarga Picornaviridae tersebut awalnya dilaporkan muncul di Gresik, Jawa Timur, pada 28 April 2022 dan kemudian menyebar ke wilayah lain, termasuk Sidoarjo yang berada 40 kilometer di sebelah selatannya. Pada 1 Mei 2022, PMK dilaporkan menjangkiti 595 sapi potongserta sapi perah dan kerbau di 11 kecamatan di wilayah Sidoarjo.

Penularan PMK juga terjadi di wilayah Provinsi Aceh. Menurut data Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan, sampai Kamis (9/6/2022) sebanyak 19.830 sapi dan kerbau di Aceh terserang PMK.

Dari 19.830 ternak yang terserang PMK di Aceh, ada 108 yang mati, 20 yang terpaksa harus dipotong, dan 7.675 yang sembuh. Upaya yang dilakukan untuk mencegah persebaran penyakit itu antara lain karantina.

Selain itu, pemerintah melakukan pengobatan pada ternak yang sakit, memvaksinasi ternak yang masih sehat, serta melakukan disinfeksi kandang. Pengendalian penularan PMK juga dilakukan dengan meningkatkan pengawasan distribusi ternak antardaerah dan mencegah ternak yang sakit dikirim ke daerah yang lain.

Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) telah meminta pemerintah segera menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) karena menilai persebaran penyakit mulut dan kuku sudah masif di wilayah Jawa maupun luar Jawa. Data Kementerian Pertanian per 22 Mei 2022 menunjukkan PMK telah menyebar di 16 provinsi dan 82 kabupaten/kota, berdampak pada total 5.454.454 ternak dan menyebabkan 20.723 sapi sakit.

Ketua Umum DPP PPSKI Nanang Purus Subendro mengemukakan bahwa wabah PMK, "Situasinya sudah darurat, luar biasa" dan bisa menimbulkan kerugian yang luar biasa besar tanpa upaya segera untuk mengatasinya. Dia menyayangkan pemerintah masih sangat prosedural dalam menangani wabah penyakit ternak tersebut.

Meski bisa disembuhkan dan tingkat mortalitasnya tidak tinggi, ia mengatakan, jika penularan PMK semakin meluas maka anggaran pemerintah dan peternak bisa terkuras untuk mengatasi penyakit itu. Selain itu, PMK mengancam produktivitas ternak.

Serangan PMK akan membuat ternak kehilangan nafsu makan sehingga pertumbuhannya terganggu, bobot badannya turun, produksi susunya berkurang. Kondisi yang demikian bisa merugikan peternak.

PMK juga membuat pengeluaran peternak bertambah karena harus merogoh kantong lebih dalam untuk ongkos pengobatan. Penularan penyakit itu juga menyebabkan harga jual ternak turun hingga separuh dari harga normal.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi menyarankan pemerintah memusnahkan hewan yang terkena PMK agar tidak menular ke ternak yang lain serta memberikan ganti rugi pada peternak yang ternaknya dimusnahkan. Dedi menekankan pentingnya penanganan segera wabah penyakit ternak tersebut karena meski tidak menular pada manusia PMK bisa menimbulkan kerugian besar pada petani dan peternak serta mengancam ketahanan pangan.

"Pemerintah bisa mengimpor vaksin dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan vaksin PMK di dalam negeri," kata Dedi.

Kementerian Pertanian berencana memvaksinasi 17 juta hewan ternak atau sekitar 80 persen dari populasi ternak yang terdampak PMK. Vaksinasi akan dilakukan tiga kali, dua kali pada 2022 dan satu kali pada 2023.

Langkah cepat dan tepat diperlukan untuk mencegah penularan PMK meluas hingga melintasi batas wilayah, menimbulkan kerugian besar pada peternak, dan mengancam ketahanan pangan.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement