Kamis 09 Jun 2022 06:11 WIB

KLHK Soroti Penggunaan Kemasan Air Minum Terhadap Lingkungan

Produksi limbah kemasan plastik di perkotaan Pulau Jawa saja 6.300 ton per hari.

Sejumlah remaja mengumpulkan sampah plastik yang memenuhi pantai dan hutan bakau saat pelaksanaan Aksi Generasi Iklim di Pantai Mapaga, Desa Labean, Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah, Ahad (22/5/2022).
Foto: ANTARA/Mohamad Hamzah
Sejumlah remaja mengumpulkan sampah plastik yang memenuhi pantai dan hutan bakau saat pelaksanaan Aksi Generasi Iklim di Pantai Mapaga, Desa Labean, Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah, Ahad (22/5/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan, pada 2020, Indonesia menghasilkan 67,8 juta ton sampah. Hasil penelitian Sustainable Waste Indonesia (SWI) dan Indonesian Plastic Recyclers (IPR) pada tahun yang sama mencatat, produksi limbah kemasan plastik di perkotaan Pulau Jawa saja sekitar 189 ribu ton per bulan atau 6.300 ton per hari.

Sayangnya hanya sekitar 22 ribu ton per bulan (11,83 persen) yang didaur ulang. Kasubdit Tata Laksana Produsen Direktorat Pengurangan Sampah KLHK, Ujang Solihin Sidik menyampaikan, pihaknya menyoroti dampak dari limbah kemasan air minum terhadap lingkungan, dan kebijakan pemerintah dalam konteks pengelolaan sampah, khususnya sampah kemasan dari air minum dalam kemasan (AMDK).

"Ada tantangan yang harus menjadi perhatian kita semua terkait dengan kemasan AMDK, karena kita melihat kemasan plastik, seperti PET (Polyethylene terephthalate) yang didaur ulang menjadi botol PET kembali masih sangat kecil. Sebagian besar kemasan PET yang umumnya digunakan untuk kemasan pangan justru menjadi polutan," ujar Solihin dalam siaran di Jakarta, Kamis (9/6/2022).

Pegiat laut bersih dari Yayasan Penyelam Lestari Indonesia atau Divers Clean Action (DCA), Swietenia Puspa Lestari menyarankan, untuk mencegah penumpukan limbah kemasan plastik di permukaan tanah dan perairan, penting bagi produsen kemasan plastik untuk menerapkan ekonomi sirkular. "Sesuai dengan hierarki pengolahan sampah, kita harus mengurangi sampah dari sumbernya," ucap Swietenia.

Terkait wacana pelabelan BPA (Bisphenol-A) Free pada galon guna ulang yang telah memunculkan perdebatan di lingkup pelaku industri AMDK, Swietenia mengaku, memperhatikan upaya produsen dan masyarakat untuk mencegah bertambahnya limbah plastik terutama yang bukan daur ulang. Menurut dia, penggunaan plastik sekali pakai berisiko meningkatkan volume timbunan sampah.

"Ini membuat kita memahami bahwa kita harus mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, dengan mengedepankan reduction, pengurangan (bahan baku kemasan plastik) dari sumber. Kita bisa menggunakan kemasan guna ulang, walaupun masih berbahan plastik," ucapnya.

Pegiat lingkungan hidup lainnya David Christian menyampaikan, produsen harus bertanggung jawab dalam mengolah kemasan plastik yang mereka hasilkan, baik lewat program untuk mengolah kembali kemasan tersebut. David sepakat bahwa penggunaan kemasan plastik sekali pakai semisal kemasan air minum, bisa menimbulkan masalah baru di lingkungan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement