Senin 06 Jun 2022 17:58 WIB

Cukupkah Menjaga Borobudur Hanya dengan Menaikkan Tiket?

Wisata Borobudur harus dikembangkan berdasarkan rencana jangka panjang yang analitis.

Candi Borobudur. Pemerintah berencana menaikkan tarif tiket masuk Borobudur sebesar Rp 750 ribu. Kenaikan tarif tersebut berlaku bagi turis yang ingin naik ke atas candi.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Candi Borobudur. Pemerintah berencana menaikkan tarif tiket masuk Borobudur sebesar Rp 750 ribu. Kenaikan tarif tersebut berlaku bagi turis yang ingin naik ke atas candi.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dedy Darmawan Nasution, Febrianto Adi Saputro

Wacana kenaikan harga tiket masuk kawasan wisata Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah, mengemuka. Warga terkejut ketika pemerintah berencana mengenakan harga tiket sebesar Rp 750 ribu. Polemik tidak terhenti ketika muncul pernyataan tiket Rp 750 ribu hanya diberlakukan bagi WNI yang ingin naik ke atas Candi Borobudur.

Baca Juga

Akademisi hingga pengamat pariwisata menyarankan pemerintah mengkaji ulang dasar penetapan harga tiket Candi Borobudur yang mengalami kenaikan fantastis. Di satu sisi, masyarakat perlu mendapatkan penjelasan yang baik agar dapat memahami esensi dari kenaikan harga tiket.

Kepala Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada, Mohamad Yusuf, menilai, dasar kebijakan menetapkan harga tiket masuk situs Candi Borobudur sebesar Rp 750 ribu per orang tidak jelas. "Apakah penetapan tarif baru itu berdasarkan kajian komprehensif? Sepertinya tidak, entah dapat ilham dari mana tiba-tiba muncul harga sekian," kata Yusuf kepada Republika, Senin (6/6/2022).

Pada dasarnya, kata Yusuf, peningkatan tarif masuk memang dimungkinkan untuk mengurangi kunjungan. Seperti diketahui, pemerintah akan membatasi maksimal kunjungan 1.200 orang per hari di situs Candi Borobudur.

Langkah pembatasan harus didukung untuk menjaga kelestarian lingkungan candi yang telah mengalami penurunan permukaan tanah sekitar 0,3 milimeter per tahun hingga kikisan batu. Namun, penentuan besaran tarif harus memiliki dasar kajian sehingga harga tiket sebesar Rp 750 ribu memang sudah tepat. Para pemangku kepentingan, masyarakat lokal, hingga pegiat pariwisata di kawasan Candi Borobudur harus dilibatkan dalam penentuan tarif itu.

"Saya pribadi tidak melihat ke nominal tarifnya, tapi berdasarkan apa penentuan Rp 750 ribu itu? Saya kira kalau berdasarkan observasi yang jelas tidak akan menimbulkan gejolak," ujar dia.

Yusuf menilai, banyaknya kritikan dari masyarakat tak terbendung karena pemerintah tidak mampu menjelaskan dasar penentuan tarif.

Terlepas dari persoalan tarif, Yusuf mengatakan, langkah efektif untuk menekan kunjungan ke Candi Borobudur dengan meningkatkan atraksi di desa-desa penyangga Borobudur. Langkah itu dinilainya dapat memecah konsentrasi wisatawan yang datang ke kawasan Borobudur.  

Pengamat Pariwisata, Taufan Rahmadi, menilai, alasan kekhawatiran pemerintah untuk menjaga kelestarian Borobudur agar tetap bisa dinikmati oleh generasi masa depan dapat dipahami. "Tapi apa kenaikan tarif ini menjadi solusi? Atau memicu menimbulkan persoalan lain?" ujar dia.

Taufan mengatakan, salah satu cara yang paling mampu memberikan dampak  dalam melindungi Borobudur dengan menanamkan pola pikir berwisata bertanggung jawab dengan pemberdayaan masyarakat. Melalui pemberdayaan masyarakat, wisatawan yang mengunjungi Borobudur di edukasi tentang sejarah dan tradisi masyarakat setempat sehingga diharapkan akan muncul kesadaran, keterikatan dan rasa bangga yang lebih kuat.

Kemudian, di saat wisatawan berkunjung ke Borobudur, mereka sejak awal sudah dilibatkan dalam kegiatan berwisata yang menjelaskan tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan disaat berkunjung.

"Hal ini dijelaskan dengan konsep yang menarik dan kreatif sesuai dengan standar operasional prosedur yang telah disepakati bersama. Ini membutuhkan konsistensi dan sosialisasi  yang kuat di dalam melaksanakannya," ujar dia.

Taufan mengatakan, Borobudur sebagai salah satu destinasi pariwisata superprioritas harus dikembangkan berdasarkan rencana strategis jangka panjang berdasarkan analisis yang mencakup semua aspek. Sehingga pada akhirnya, kebijakan apapun terkait Borobudur termasuk kebijakan naiknya harga tiket harus mampu memenuhi kepentingan bersama dari para pelaku pariwisata dan masyarakat setempat dengan dilandaskan pada upaya untuk tetap menjaga kelestarian Borobudur dengan tanpa mematikan pergerakan ekonomi.

Direktur Tourism Development Center Universitas Andalas, Sari Lenggogeni, berpendapat kenaikan harga tiket bukan titik krusial dari kebijakan konservasu Borobudur. Pasalnya, jauh lebih penting memastikan kapasitas ideal pengunjung yang dapat ditampung oleh situs candi.

"Sudut pandang saya bukan dari mahal tidaknya harga, tapi apakah kapasitas kunjungan 1.200 orang per hari itu tidak akan menganggu keseimbangan lingkungan candi?" kata Sari.  

Lebih lanjut, ia menilai, yang jauh lebih penting saat ini adalah membuat regulasi tegas bagi para pengunjung agar dapat tertib dan tidak merusak relief candi saat berkunjung. Sari bahkan telah mengusulkan agar regulasi mengenai tanggung jawab wisatawan diatur lebih tegas dalam undang-undang.

Sari mengatakan, Candi Borobudur pun sudah seharusnya menjadi destinasi wisata premium karena warisan yang amat penting untuk dilestarikan. Borobudur tidak cocok menjadi destinasi massal karena berisiko dan akan sulit untuk mencapai pariwisata berkelanjutan.

Sebaliknya, destinasi-destinasi di sekitaran kawasan Borobudur bisa menjadi alternatif destinasi massal yang dapat dikunjungi masyarakat secara bebas.

"Jadi pembatasan kunjungan ke candi tidak akan mengurangi kunjungan wisatawan ke kawasannya karena ada beberapa desa penyangga yang bisa menjadi mass tourism," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement