REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Buruh langsung bereaksi seusai DPR mengesahkan Revisi Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (RUU PPP). Partai Buruh mengancam akan melakukan aksi besar-besaran pada 8 Juni 2022 yang melibatkan puluhan ribu buruh di DPR RI.
"Secara bersamaan, aksi dilakukan serempak di puluhan kota industri lainnya yang dipusatkan di Kantor Gubernur," kata Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (24/5).
Said menjelaskan, ada dua alasan Partai Buruh dan Serikat Buruh menolak revisi UU PPP. Pertama, dari sisi pembahasan di Baleg DPR RI, revisi UU PPP tersebut bersifat kejar tayang.
"Menurut informasi yang kami terima, revisi UU PPP hanya dibahas selama 10 hari Baleg DPR RI," ujarnya.
Alasan kedua, dari sisi revisi UU PPP tersebut, Partai Buruh dan elemen serikat pekerja melihat ada tiga hal prinsip yang berbahaya bagi publik, khususnya bagi buruh, tani, nelayan, masyarakat miskin kota, lingkungan hidup, dan HAM.
Prinsip pertama yang berbahaya bagi publik, yakni revisi UU PPP hanya untuk sekedar memasukkan omnibus law sebagai sebuah sistem pembentukan undang-undang. Padahal, omnibus law UU Cipta Kerja ini ditolak oleh seluruh kalangan masyarakat termasuk buruh.
Prinsip kedua, proses pembentukan undang-undang tidak melibatkan partisipasi publik secara luas karena hanya dibahas di kalangan kampus tanpa melibatkan partisipasi publik. Prinsip ketiga, UU PPP ini diduga memungkinkan perubahan produk undang-undang yang sudah diketuk di sidang paripurna DPR dapat berubah dalam tempo dua kali tujuh hari.
Iqbal mengajak seluruh komponen buruh dan kelas pekerja lainnya untuk melakukan aksi besar-besaran selama tiga hari berturut-turut untuk menolak dibahasnya kembali omnibus law UU Cipta Kerja yang tanggal aksinya akan ditentukan kemudian. Iqbal juga mengatakan, Partai Buruh akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi pada 31 Mei 2022 tentang revisi UU PPP tersebut.
Ia menilai revisi UU PPP bukan sebagai kebutuhan hukum, melainkan hanya akal-akalan hukum. "DPR bersama pemerintah melakukan revisi UU PPP hanya sebagai akal-akalan hukum agar omnibus law UU Cipta Kerja bisa dilanjutkan pembahasannya agar bisa segera disahkan," ujarnya.