REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga mengatakan, koalisi bagi Partai Golkar dan Partai Demokrat berpeluang terjadi. Namun, dia mengingatkan, kedua partai harus dapat mendongkrak elektabilitas personal kadernya untuk pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
"Konteks pilpres, harusnya yang lebih diutamakan elektabilitas personal bukan partai. Dilihat dari logika politik itu, sepantasnya kalau mereka berkoalisi," ujar Jamiluddin saat dihubungi, Senin (9/5/2022).
Salah satu hal yang harus dibahas Golkar dan Demokrat, jika keduanya berkoalisi adalah sosok yang akan diusung menjadi calon presiden. Pasalnya, Partai Golkar memiliki suara yang besar, tetapi elektabilitas Airlangga Hartarto masih rendah.
Sebaliknya, jumlah suara Demokrat lebih rendah ketimbang partai berlambang beringin itu. Namun, elektabilitas Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) selalu masuk lima besar capres berdasarkan sejumlah lembaga survei.
"Sepantasnya kalau mereka berkoalisi, AHY-lah yang menjadi capres, Airlangga Hartarto menjadi cawapres. Hanya saja masalahnya, apakah Airlangga dan Golkar mau?" ujar Jamiluddin.
Kendati demikian, dia yakin antara Golkar dan Demokrat sudah membicarakan peluang koalisi untuk Pilpres 2024. Termasuk dalam silaturahim ketika AHY berkunjung ke kediaman Airlangga. "Kemungkinan dua ketum itu membicarakan peluang koalisi," ujar Jamiluddin.
Terpisah, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, ihwal koalisi untuk Pemilu 2024 masih sangat dinamis. Partai berlambang pohon beringin itu juga tetap membuka pintu bagi partai-partai yang ingin berkoalisi.
"Intinya, Partai Golkar sangat terbuka bisa berkoalisi dengan siapa saja dan kami juga melakukan komunikasi yang intens dengan setiap parpol," ujar Doli.
Adapun pertemuan antara Airlangga dengan para ketua umum partai juga disebutnya akan ditindaklanjuti jajarannya. "Jadi itu terus kita lakukan untuk merajut koalisi partai," ujar Doli.