REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahun ini umat Islam Indonesia bisa merayakan Idul Fitri dengan nuansa nyaris normal sebelum serangan Covid-19. Warga pun berduyun duyun merayakan Idul Fitri sejak Ahad (1/5) malam dengan menggelar takbiran di berbagai masjid. Pemerintah mempersilakan masjid dan lapangan menggelar Salat Idul Fitri. Pemerintah juga memberi lampu hijau bagi warga yang kangen kampung halaman untuk pulang sejenak. Kondisi yang sebelum 2020 dianggap normal, namun dalam dua tahun terakhir terasa amat berbeda akibat penyebaran virus Covid-19.
Sampai dengan Ahad, kasus Covid-19 memang terus melandai. Menyentuh angka 200-an kasus per hari. Bila dilihat dari awal Ramadhan kemarin, ketika itu kasus harian mencapai 2.300 kasus. Tren penyebaran Covid-19 pada saat ini memang tengah menurun. Namun Presiden Joko Widodo dan Menkes Budi Gunadi Sadikin mewanti-wanti akan kemungkinan lonjakan kasus usai Lebaran. Karena itu pemerintah menganggap Ramadhan kali ini adalah momentum yang menentukan apakah Indonesia bisa memasuki tahap endemi Covid-19 atau belum.
Anda masih ingat bagaimana merayakan Idul Fitri di tengah terpaan infeksi Covid-19, terutama pada 2020 dan 2021? Tentu rasanya amat berbeda dengan saat ini.
Idul Fitri 2020, 24 Mei
Covid-19 baru tiga bulan hinggap di Nusantara. Situasinya masih tidak menentu. Pemerintah tergopoh-gopoh soal kesiapan testing Covid-19, fasilitas karantina, anggaran kesehatan, hingga mengurus ke masker dan pakaian khusus perawat Covid-19 yang langka. Kita masih ingat bagaimana sukarnya mengubah kebiasaan warga yang tidak menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.
Jubir Satgas Covid-19 saat itu, Ahmad Yurianto, yang saat ini terbaring di RSPAD Gatot Soebroto akibat kanker perut, mengatakan, "Pekerjaan seluruh komponen bangsa menghadapi Covid-19 masih panjang. Masih sangat berat. Tidak ada ruang untuk saling mengeluh, saling menyalahkan, semua harus berperan. Situasi belum normal."
Kasus harian Covid-19 di Lebaran 2020 mencapai 526 orang, dengan kasus total sudah mencapai 22 ribu kasus lebih di seluruh Indonesia. Pada hari itu ada 153 pasien yang sembuh dan 21 orang meninggal.
Patut diingat, ketika itu belum ada yang namanya vaksin Covid-19. Belum ada vaksin Sinovac, Sinopharm, AstraZeneca, Pfizer dan lain sebagainya. Belum pula ditemukan obat yang cocok untuk menangani penyakit ini. Seluruh perusahaan farmasi dunia berlomba-lomba tercepat menciptakan vaksin untuk menangkal Covid-19 memburuk.
Pemerintah masih melarang mudik. Walaupun secara hati-hati. Karena itu komunikasi yang muncul di publik menjadi agak aneh. Debat tidak penting antara mudik dan pulang kampung pun menguar. Untuk mengatasi penyebaran virus dari kota ke desa, maka polisi membuat berbagai penyekatan di Jabodetabek ke arah Jawa Tengah dan di Jawa Tengah ke arah Jawa Timur. Agak longgar memang, dan tetap ada warga yang mudik. Di kampung halaman, pemerintah daerah meminta disiapkan fasilitas karantina sementara bagi pemudik selama beberapa hari.
Sebagai alternatif mudik, pemerintah mengimbau warga menggunakan silaturahim virtual lewat ponsel. Aplikasi ruang pertemuan macam Zoom dan Google Meet pun mulai populer. Begitu juga layanan antar makanan, karena pemerintah harus menutup pusat perbelanjaan dan rumah makan akibat lonjakan kasus yang terjadi.
Ketika itu, tidak ada istilah PPKM, namun masih menggunakan PSBB dan zonasi. Anda masih ingat soal debat apakah lebih baik daerah daerah pusat penularan harus dikunci total alias lockdown? Pemerintah memilih tidak melakukan lockdown, karena keterbatasan anggaran dan sumber daya.
Seluruh pejabat pemerintah pun dilarang menggelar pertemuan silaturahim yang lazimnya mereka lakukan. Presiden Joko Widodo dan keluarga salat Id di halaman Istana Bogor. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menggelar salat Id di dalam rumahnya. Begitu juga sejumlah pejabat dan tokoh politik lainnya. Meski memang ada beberapa masjid di daerah tetap berkeras menggelar Salat Id, dengan protokol kesehatan ketat, seperti menjaga jarak dan jamaah harus mengenakan masker. Bahkan ada masjid yang mengharuskan mengukur suhu tubuh sebelum masuk.
Persoalan muncul setelah periode libur Lebaran. Perlahan-lahan, angka kasus harian menanjak naik sepanjang sekitar tiga bulan. Penularan lebih cepat dan lebih luas. Secara umum lonjakan mencapai sekitar 20 persen per kasus harian per hari dan makin banyak warga yang harus menginap di fasilitas karantina maupun rumah sakit. Pelan-pelan, layanan kesehatan mulai kewalahan karena pasien yang datang kian hari kian banyak.
Idul Fitri 2021, 13 Mei
Setahun kemudian situasi penularan Covid justru makin menjadi. Apalagi muncul berbagai varian yang lebih berbahaya dan lebih cepat menular. Varian Delta adalah salah satu yang mulai menggejala ketika itu. Lebaran 2021 berbarengan dengan Hari Raya Paskah.
Namun untungnya sudah ada vaksin. Kita ingat, pemerintah menggelar vaksinasi publik pertama kali pada Februari Maret 2021. Vaksinasi terutama digenjot untuk kelompok tertentu yang berhubungan dengan kegiatan publik dan usia lansia.
Pada Hari Idul Fitri tahun lalu, ditemukan ada 3.448 kasus, sebanyak 4.201 pasien sembuh, 99 pasien meninggal. Yang paling mencolok adalah jumlah total kasusnya sudah mencapai 1,7 juta kasus! Lonjakan yang amat tinggi, mengingat setahun sebelumnya total kasus baru mencapai 22ribuan.
Ketika itu pemerintah sebetulnya masih melarang mudik. Karena situasi masih belum bisa dikendalikan. Apalagi pemerintah sudah mendapat pelajaran pahit setiap usai libur besar, maka kasus Covid-19 pasti melonjak berkali kali lipat. Tetap saja ditemukan sebanyak 1,5 juta orang di Jabodetabek pulang kampung dengan risiko besar menularkan Covid-19 varian Delta ke daerah. Penyekatan tetap dilakukan polisi. Tes acak Covid-19 pun digelar. Hasilnya mengejutkan, yakni ditemukan ribuan pemudik positif Covid-19.
Tahun lalu, meski tetap ada larangan terbatas bagi masjid untuk menggelar salat hari raya, namun warga tetap melakukannya. Masjid yang diperbolehkan membuka pintunya secara terbatas. Jamaah dibatasi maksimal 30-50 persen. Jamaah yang hadir harus mengenakan masker dan menjaga jarak. Jamaah yang memiliki gejala demam dilarang hadir. Para pejabat pun masih belum berani salat di tempat umum. Presiden Joko Widodo untuk kali kedua salat Idul Fitri di halaman Istana Bogor.
Di luar situasi Covid-19 ketika itu, Hari Raya Idul Fitri juga diramaikan oleh peristiwa lain yakni serangan Israel ke Jalur Gaza dan buntut pemecatan 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan.
Namun yang paling mengkhawatirkan adalah dua pekan setelah Lebaran 2021. Ketika itu penyebaran Covid-19 benar-benar nyaris tidak bisa dikendalikan. Varian Delta menyusahkan semua pihak. Rumah sakit kewalahan menerima pasien. Sampai harus membuka tenda darurat di lapangan parkir. Pasien tidak bisa langsung masuk ruang rawat karena penuh. Sebagian menunggu di luar hanya berbekal oksigen dan kursi roda.
Lonjakan kasus harian mencapai titik tertingginya dua bulan setelah Lebaran. Pasien meninggal berjumlah ribuan saban hari. Pasien yang meninggal di saat isolasi mandiri pun berjatuhan. Tenaga kesehatan kewalahan. Tidak sedikit dari tenaga kesehatan yang tertular dan tertular kembali, meski sudah mendapat dua kali vaksinasi. Keganasan varian Delta benar benar mencekam tahun lalu.