Selasa 03 May 2022 16:30 WIB

Anggota DPR Minta Kemenkes Selektif dalam Pengadaan Vaksin Covid-19

Termasuk kewajiban menyeleksi vaksin Covid-19 yang halal untuk umat Muslim.

Vaksin Covid-19 (ilustrasi)
Foto: Wikimedia
Vaksin Covid-19 (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) selektif dalam pengadaan vaksin untuk program vaksinasi Covid-19. Termasuk kewajiban menyeleksi vaksin Covid-19 yang halal untuk umat Muslim di Indonesia.

"Kemenkes mau tidak mau harus selektif. Selain untuk menghindari kadaluarsa, kemenkes juga harus memilih dan membeli vaksin halal. Pengadaan vaksin halal ini adalah amanat dari putusan judicial review di MA," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (29/4/2022).

Baca Juga

Saleh mengingatkan terkait vaksin halal merupakan amanah dalam putusan MA, sehingga harus cepat dalam pengadaan. Dia juga meminta Kemenkes tidak menerima hibah vaksin non-halal.

Ketua Fraksi PAN DPR itu meminta Kemenkes untuk memperhatikan masa kadaluarsa vaksin. Menurut dia, dalam rapat terakhir dengan kemenkes, biofarma, dan BPOM dilaporkan adanya vaksin yang sudah kadaluarsa.

"Jumlahnya mencapai 19,3 juta dosis vaksin. Tidak hanya itu, diperkirakan bahwa pada bulan April dan awal Mei, vaksin kadaluarsa bisa mencapai 50 juta dosis, bahkan lebih," ungkapnya.

Anehnya, kata Saleh vaksin kedaluwarsa itu diperiksa kembali oleh BPOM. Lalu, diperpanjang masa waktu berlakunya. Yang semestinya sudah kadaluarsa, ada yang diperpanjang dan diperbolehkan untuk disuntikkan lagi.

"Teman-teman komisi IX banyak yang mempertanyakan. Kalau memang bisa diperpanjang, mengapa ada masa kedaluwarsa. Dengan perpanjangan itu, definisi kadaluarsa (expired date) menjadi kabur dan tidak jelas," katanya.

Menurut Saleh, Kemenkes harus tegas menghindari penggunaan vaksin yang sudah kedaluwarsa. Harus dipastikan bahwa vaksin yang diberikan ke masyarakat adalah vaksin terbaik dan sesuai ketentuan.

Dalam logika awam, bagaimana pun vaksin kadaluarsa pastilah memiliki risiko tertentu. Sejalan dengan itu, lanjut Saleh, kementerian kesehatan diminta agar selektif dalam menerima hibah dan membeli vaksin.

Penerimaan hibah dan pembelian vaksin pasti menggunakan APBN. Anggaran yang digunakan tidak sedikit.

Sampai sejauh ini, biaya pembelian vaksin sudah mencapai lebih dari Rp 32 triliun. Angka ini belum termasuk biaya handling dan distribusi vaksin hibah. Kalau ada yang kedaluwarsa dan tidak terpakai, tentu akan ada kerugian negara yang cukup besar.

"Sederhananya, kalau mau menerima hibah, Kemenkes harus memastikan dulu bahwa masa kadaluarsanya masih lama dan vaksinnya halal. Kalau mau beli, dipastikan halal dan dipilih yang masa kedaluwarsanya lama. Dengan begitu, kebutuhan pada vaksin halal terpenuhi dan waktu untuk menyuntikkannya cukup. Tentu semua itu harus didasarkan pada ketentuan pelaksanaan vaksinasi sebagaimana diarahkan oleh para ahli epidemolog dan ITAGI," tutupnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement