REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guna meningkatkan mutu pelayanan dan melindungi keselamatan pasien JKN-KIS, fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, baik di tingkat primer maupun rujukan, wajib terakreditasi sesuai regulasi. Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti dalam webinar yang diselenggarakan Indonesia Healthcare Forum (IndoHCF) dan Komunitas Relawan Emergensi Kesehatan (KREKI), Selasa (26/4/2022).
“Peraturan tentang kewajiban rumah sakit untuk menyandang status akreditasi ini bukan hal baru. Itu sudah ada aturannya sejak lama di Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009. Seluruh rumah sakit wajib terakreditasi. Kemudian untuk akreditasi Puskesmas, klinik pratama, tempat praktik mandiri dokter, dan tempat praktik mandiri dokter gigi juga sudah diatur dalam Permenkes Nomor 46 Tahun 2015. Hal ini untuk memberikan kepastian layanan bagi pasien sehingga mereka menerima layanan yang berkualitas dan terstandar, sebab keselamatan pasien adalah prioritas utama,” jelas Ghufron.
Ghufron menjelaskan, sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2020, rumah sakit baru, yang telah memperoleh izin operasional dan beroperasi setidaknya dua tahun, wajib mengajukan permohonan akreditasi. Sertifikat akreditasi rumah sakit juga ditetapkan sebagai syarat yang wajib dipenuhi oleh rumah sakit yang hendak bekerja sama atau memperpanjang kerja samanya dengan BPJS Kesehatan.
“Di samping agar fasilitas kesehatan bisa memberikan layanan terstandar kepada pasien, akreditasi juga merupakan jalan untuk meningkatkan tata kelola fasilitas kesehatan dan tata kelola klinis. Dengan adanya status akreditasi, fasilitas kesehatan dapat meningkatkan mutu pelayanan secara berkelanjutan dan melindungi keselamatan pasien JKN-KIS,” papar Ghufron, dalam siaran persnya.
Ghufron mengatakan, berdasarkan Surat Edaran Menteri Kesehatan Tahun 455 Tahun 2020, survei akreditasi tidak bisa dilaksanakan sementara waktu karena pandemi Covid-19, sehingga rumah sakit yang terkendala proses akreditasi/reakreditasi bisa membuat surat pernyataan komitmen mutu sebagai syarat kelanjutan kerja sama dengan BPJS Kesehatan. Sertifikat akreditasi dan pernyataan komitmen masih tetap berlaku dalam jangka waktu paling lama satu tahun sejak surat edaran tersebut ditetapkan.
“Pada tahun 2020-2021, ada 578 rumah sakit yang telah membuat pernyataan komitmen untuk menjaga dan melakukan upaya peningkatan mutu. Untuk FKTP, disyaratkan membuat pernyataan komitmen mutu sebagai pengganti akreditasi,” jelasnya.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, pada tahun 2020, terdapat 9.153 atau 89,17 persen Puskesmas yang sudah terakreditasi. Sementara di tingkat rujukan, sampai dengan Maret 2022, sebanyak 78 persen rumah sakit sudah terakreditasi. Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Abdul Kadir mengungkapkan bahwa pihaknya menargetkan pada tahun 2024 mendatang, 100 persen rumah sakit bisa terakreditasi.
“Pandemi menyebabkan penundaan proses akreditasi. Oleh karena itu, ke depannya pelaksanaan akreditasi dilaksanakan secara hybrid. Kami juga menambah lima lembaga akreditasi independen untuk mempercepat proses akreditasi. Selain Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS), proses akreditasi juga bisa dilakukan oleh Lembaga Akreditasi Fasilitas Kesehatan Indonesia (LAFKI), Lembaga Akreditasi Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit (LAM-KPRS), Lembaga Akreditasi Rumah Sakit ‘Damar Husada Paripurna’ (LARS DHP), Lembaga Akreditasi Rumah Sakit (LARS), dan Lembaga Akreditasi Rumah Sakit Indonesia (LARSI),” terang Kadir.