REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua IM57+ Institute Praswad Nugraha meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan pelanggaran pidana yang dilakukan Wakil Ketua, Lili Pintauli Siregar. Hal tersebut berkenaan dengan dugaan penerimaan gratifikasi yang dilakukan Lili.
"KPK bisa dan wajib mengusut pelanggaran pidananya. Harus terus dikejar," kata Praswad Nugraha di Jakarta, Ahad (17/4/2022).
Eks pegawai KPK itu melanjutkan, apalagi Lili Pintauli saat ini menjabat sebagai pimpinan penegak hukum. Dia mengatakan, apabila laporan ini terbukti maka terdapat pengulangan pelanggaran etik yang bahkan masuk dalam delik gratifikasi serta merupakan tindak pidana korupsi.
Laporan dimaksud berkenaan dengan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Lili Pintauli Siregar. Mantan wakil ketua lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK) itu disebut-sebut menerima gratifikasi dari PT Pertamina berupa fasilitas untuk menonton MotoGP Mandalika.
Lili diduga mendapatkan fasilitas menonton MotoGP per tanggal 18 sampai 20 Maret 2022 pada Grandstand Premium Zona A-Red. Selain itu, Lili juga diyakini mendapatkan fasilitas menginap di Amber Lombok Resort pada tanggal 16 Maret sampai 22 Maret 2022.
Praswad mendesak Dewas untuk memecat Lili apabila terbukti melanggar kode etik setelah menerima gratifikasi. Terlebih, apabila terbukti artinya Lili Pintauli telah melakukan kesalahan yang sama seperti sebelumnya.
"Jika laporan pelanggaran penerimaan tiket Moto GP ini terbukti benar maka Dewas harus melihat bahwa ini adalah perbuatan berulang, harus dijatuhkan sanksi pemecatan terhadap Lili sebagai salah satu pimpinan KPK," katanya.
Dia menjelaskan, tujuan pemecatan Lili dilakukan agar standar etik KPK tidak menurun. Dia mengatakan, surutnya standar etik tersebut akan otomatis diikuti dengan menurunnya tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga antirasuah tersebut.
Menurutnya, tindakan Dewas yang permisif berkali-kali terhadap pelanggaran pimpinan KPK akan merusak mental seluruh pegawai lembaga antikorupsi itu sampai di level penyidik dan pelaksana di lapangan. Dia mengatakan, mereka akan mencontoh tindakan para pemimpinnya yang berkali-kali melakukan pelanggaran kode etik namun tetap baik-baik saja.
Praswad mengaku optimistis Dewas bakal mengusut dugaan pelanggaran etik itu dengan objektif. Dia mengatakan, hal ini mengingat anggota Dewas terdiri dari mantan hakim dan jaksa senior serta profesor pakar hukum pidana.
"Mereka tentu mengetahui bahwa terhadap delik pidana biasa saja, pengulangan tindak pidana mengakibatkan adanya pemberatan hukuman," katanya.
"Dewas KPK harus melihat kasus Gratifikasi Tiket MotoGP ini bukan perkara biasa," tambah dia.