Selasa 12 Apr 2022 08:28 WIB

GUSDURian Sebut Penganiayaan Ade Armando Bertentangan dengan Agama

GUSDURian kutuk kekerasan di tengah unjuk rasa di depan DPR.

Alissa Wahid. Jaringan GUSDURian mengutuk dan mengecam segala bentuk kekerasan kepada dan oleh siapa pun, termasuk yang dialami Ade Armando di tengah aksi unjuk rasa elemen mahasiswa dan warga sipil di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat. Ilustrasi
Foto: bnpt
Alissa Wahid. Jaringan GUSDURian mengutuk dan mengecam segala bentuk kekerasan kepada dan oleh siapa pun, termasuk yang dialami Ade Armando di tengah aksi unjuk rasa elemen mahasiswa dan warga sipil di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan GUSDURian mengutuk dan mengecam segala bentuk kekerasan kepada dan oleh siapa pun, termasuk yang dialami Ade Armando di tengah aksi unjuk rasa elemen mahasiswa dan warga sipil di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat. Koordinator Jaringan GUSDURian Alissa Wahid mengatakan, dalam video yang beredar di media sosial, Armando mendapat penganiayaan dan pelecehan yang membuatnya mengalami luka-luka.

"Tindakan tersebut sangat bertentangan dengan berbagai prinsip, mulai hukum, moral, hak asasi manusia, hingga agama," tuturnya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (11/4/2022) malam.

Baca Juga

Karenanya, Alissa Wahid menyampaikan, Jaringan GUSDURian atau pengikut ajaran Gus Dur, Presiden keempat RI KH Abdurahman Wahid meminta aparat untuk mengusut tuntas penganiayaan tersebut dan memberikan sanksi kepada pelaku, sesuai ketentuan undang-undang. Kemudian, dia mengimbau kepada elite politik untuk tidak melakukan provokasi dan spekulasi politik yang merusak konstitusi dan kemaslahatan bangsa, hanya demi kekuasaan.

Ia menambahkan, Jaringan GUSDURian mengajak elemen masyarakat untuk menyampaikan pendapat dengan nir-kekerasan dan berfokus pada penyaluran aspirasi. "Aksi kekerasan hanya akan menjauhkan substansi aksi dan menyebabkan sentimen negatif dari masyarakat," katanya.

Pada 11 April 2022, elemen mahasiswa dan warga sipil melakukan unjuk rasa di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Aksi ini dilakukan sebagai respons atas berbagai spekulasi politik oleh pejabat publik dalam beberapa minggu terakhir, terutama menyoal perpanjangan masa jabatan presiden dan amandemen UUD 1945.

Aksi ini menuntut agar elemen pemerintah mematuhi konstitusi dengan tetap menyelenggarakan pemilihan umum pada waktunya, dengan tetap membatasi masa jabatan presiden maksimal dua periode.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement