Ahad 22 Jun 2025 11:06 WIB

Alissa Wahid Minta Pemerintah Batalkan Penulisan Ulang Sejarah

Penolakan ini mencuat di tengah polemik pernyataan kontroversial Mendikbud.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Alissa Wahid
Foto: dokpri
Alissa Wahid

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid menolak rencana penulisan ulang sejarah Indonesia oleh Kementerian Kebudayaan. Jaringan Gusdurian mendesak agar proses tersebut dibatalkan demi menjaga integritas sejarah bangsa.

“Kalau di Jaringan Gusdurian, minta dibatalkan (red, batalkan penulisan ulang sejarah Indonesia),” ujar Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid usai ditemui dalam pameran IBF 2025 di Jakarta, Sabtu (21/6/2025).

Baca Juga

Penolakan ini mencuat di tengah polemik pernyataan kontroversial Menbud Fadli Zon yang menyebut kasus pemerkosaan massal terhadap etnis Tionghoa pada Mei 1998 hanyalah rumor. 

Alissa menilai pernyataan tersebut berbahaya dan menyesatkan karena mengabaikan bukti-bukti historis dan kerja-kerja kemanusiaan yang telah dilakukan.

“Satu, Pak Fadli Zon kayaknya perlu piknik lebih jauh, ngopi dengan lebih banyak orang,” ucap dia.

"Kedua, yang Pak Fadli Zon tidak tahu, itu tidak sama dengan itu tidak benar. Just because you cannot see, doesn't mean it doesn't happen. Jadi jangan karena kita nggak tahu informasinya terus kita menganggap itu tidak benar," kata Alissa.

Putri Almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini mengingatkan, sejumlah lembaga resmi negara juga telah mengakui dan mendokumentasikan kasus ruda paksa “secara massal” tersebut. Dia menyebut laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), pernyataan resmi Komnas HAM, hingga pengakuan negara lewat Kemenkopolhukam yang memasukkan peristiwa Mei 1998 sebagai bagian dari 12 pelanggaran HAM berat masa lalu.

"Artinya, ini sudah menjadi informasi yang diverifikasi. Karena sudah ada lembaga-lembaga yang punya otoritas itu memberikan pernyataan tambahan soal itu," jelas Alissa.

Dia mengungkapkan, Gus Dur secara pribadi juga pernah bercerita kepadanya tentang upaya mendampingi para korban pemerkosaan, termasuk memfasilitasi mereka agar bisa keluar dari Indonesia demi keselamatan.

“Tetapi beliau benar-benar menemui. Ada kok yang dulu sempat ke Ciganjur sebelum akhirnya berangkat ke luar negeri,” ujar Alissa.

Jaringan Gusdurian khawatir penulisan ulang sejarah, jika dilakukan tanpa transparansi dan melibatkan narasi korban, justru akan menjadi alat pemutihan sejarah yang berpotensi menghapus luka-luka bangsa.

"Jadi, itu tadi. Pak Fadli Zon, jangan melakukan lompatan kesimpulan sebelum mendapatkan informasi yang lebih lengkap," ujar Alissa.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement