Sabtu 09 Apr 2022 16:07 WIB

BEM SI Akui Terima Ancaman dan Alami Peretasan Jelang Aksi 11 April

Luthfi menegaskan kebebasan berkumpul dan menyatakan pendapat dijamin konstitusi.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Agus raharjo
Sejumlah mahasiswa dari berbagai universitas melakukan longmars saat berunjuk rasa di Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Kamis (28/10). (Ilustrasi)
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Sejumlah mahasiswa dari berbagai universitas melakukan longmars saat berunjuk rasa di Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Kamis (28/10). (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) berencana menggelar aksi pada Senin (11/4/2022) lusa. Rencananya, aksi digelar dengan salah satu agenda menolak perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan pemilu di sekitaran Istana Negara, Jakarta.

Koordinator Media BEM SI, Luthfi Yufrizal, mengaku, menjelang aksi 11 April, sejumlah presiden mahasiswa dan koordinator aksi menerima ancaman dan mengalami peretasan. "Betul (ada ancaman), ada beberapa peretasan WA yang dialami oleh beberapa presiden mahasiswa," kata Luthfi kepada Republika.co.id, Sabtu (9/4/2022).

Baca Juga

Luthfi menegaskan aksi mahasiswa tersebut tak perlu surat izin, melainkan cukup hanya surat pemberitahuan. Ia mengeklaim pihaknya juga sudah menyampaikan surat pemberitahuan terkait aksi tersebut ke kepolisian.

"(Surat pemberitahuan) itu sudah dikirimkan dan diterima di Polda Metro Jaya," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Wiranto, juga telah bertemu dengan BEM Nusantara. Wiranto mengajak mahasiswa untuk tidak turun ke jalan. Menanggapi itu, Luthfi mengatakan kebebasan berkumpul dan menyatakan pendapat dijamin konstitusi.

"Aksi kan salah satu kebebasan berpendapat dan sudah dinaungi dalam UU juga, maka dari itu parlemen jalanan harus terus berjalan untuk mengekspresikan kebebasan berpendapat dan kemerdekaan dalam negara demokrasi ini," tegasnya.

Sebagai informasi, BEM SI menyatakan tetap menggelar aksi unjuk rasa pada 11 April. Ada enam tuntutan yang disuarakan, yang paling utama yaitu menolak perpanjangan masa jabatan presiden atau penundaan pemilu.

Selain penundaan Pemilu 2024 atau masa jabatan tiga periode, mahasiswa juga mendesak stabilitas harga kebutuhan pokok dan jaminan kesediaan barang-barang pokok bagi masyarakat. Kemudian tuntutan agar Pemerintah membatalkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement