Kamis 21 Apr 2022 11:47 WIB

Al Chaidar: Isu Aksi NII Terindikasi Terkait Penundaan Pemilu Ala Masa Orde Baru

Isu NII terindikasi hanya ulangan permainan politik kekuasaan masa Orde Baru

Presiden Soeharto memasukkan surat suara ke dalam kotak suara pada pemilu 1977. ANTARA/IPPHOS  Baca selengkapnya di artikel
Foto: Istimewa
Presiden Soeharto memasukkan surat suara ke dalam kotak suara pada pemilu 1977. ANTARA/IPPHOS Baca selengkapnya di artikel

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat terorisme Al Chaidar mengatakan sangat kaget dan lucu bila kini muncul soal kontroversi Negara Islam Indonesia (NII) kembali di ruang publik. Makin terasa aneh kemudian isu NII dikaitkan dengan Sumatra Barat.

''Jadi saya merasa isu NII sekarang jadi bancakan. Artinya, NII kini mengulang situasi dahulu yakni dipakai kembali untuk memenuhi hasrat atau target politik. Jadi apa yang terjadi di masa Orde Baru pada kasus NII kini diulang kembali,'' kata Al Chaidar, ketika dihubungi di Jakarta, Kamis (21/4/2022.)

Menurut Al Chaidar, adanya wacana ancaman NII kini terlihat dipakai sebagai alat legitimasi bahwa keadaan negara sedang dan terancam kekacauan. Padahal pada kenyataanya keadaannya biasa saja. Yang ribut hanya pada pucuk pimpinan politik. 

''Maka NII kemudian terindikasi juga sebagai sarana untuk menunda pemilu. Skenario ini persis pada masa awal Orde Baru, di mana pemilu seharusnya dilakukan pada tahun 1969, menjadi diundur pada tahun 1971. Alasannya kala itu keamanan adanya ancaman NII atau pendirian negara Islam,'' katanya.

Hal yang sama, lanjut Al Chaidar, juga terjadi ketika Pemilu kembali ditunda menjadi tahun 1977. Padahal seharusnya pemilu itu jadwalnya pada tahun 1976 atau setahun sebelumnya. Uniknya lagu, dengan isu NII atau pendirian negara Islam cara ini juga dipakai untuk memenangkan Golongan Karya dan mengerdilkan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

''Kala itu tokoh intelejen yang kemudian jadi ketua Golkar dan menteri penerangan Ali Moertopo melakukan operasi 'Laksus'. Mereka menyebar anggota jaringan NII ke seluruh penjuru Indonesia untuk menebar kesan bahwa NII ada di mana-mana dan menjadi ancaman. Isu yang dipakai kala itu adalah NII mengharamkan demokrasi dan pemilu.''Ya itulah, isu NII itu hasil operasi Laksus (pelaksanaan khusus) pimpinan Ali Moertopo. Nama-nama tokohnya saya tahu kok,'' ujar Al Chaidar.

Menyinggung mengenai merebaknya isu NII pada saat ini, Chair menegaskan bila saat ini memang terindikasi ada skenario yang berusaha agar Pemilu 2024 ditunda. ''Rezim Jokowi sedang mencari-cari cara dan alasan untuk menunda pemilu seperti yang dahulu di zaman awal Orde Baru terjadi, yakni dari jadwa Pemilu dari 1969 ke 1971 dan dari 1976 ke 1977. Terlihat begitu arahnya.''

Mengenai tuduhan anggota NII banyak di Sumatra Barat Chadir menyatakan itu juga mengherankan.''Tuduhan NII ke Sumatra Barat tak masuk akal. Kalau anggota Jemaah Ansharut Daulah (JAD) masih bisa dipahami. Jadi saya tak paham atas tuduhan itu.''

Apalagi, lanjut Al Chaidar, bila kemudian ada klaim ditemukan bahwa para anggota NII sudah mengumpulkan senjata tajam seperti golok. Ini jelas sangat lucu sebab kebiasaan anggota NII tidak suka akan senjata yang sembarang dalam melakukan aksinya.

''NII itu mujahidin yang flamboyan. Jangankan golok senjata rakitan saja mereka tidak mau pakai. Dia hanya mau melakukan aksinya dengan senjata pabrikan. Ingat, bagi mereka mempunyai senjata yang baru hasil pabrikan merupakan kebanggaan sebelum melakukan aksinya meski dengan risiko terbunuh. Ini beda dengan anggota JAD yang terbisa ngawur karena mau memakai senjata yang sembarangan dari pisau dapur, golok, hingga panci. Mereka mau saja karena yang penting bisa 'syahid' meski pun target sasaran amaliahnya tak tercapai. Sikap ini beda sekali dengan anggota NII,''  tandasnya.

Seperti diketahui, beberapa hari lalu, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror yang menyebut Sumatra Barat (Sumbar) sebagai wilayah basis kelompok terorisme lokal lokal Negara Islam Indonesia (NII).  Densus 88 mencatat ada sekitar 1.125 anggota NII yang tersebar di berbagai wilayah tersebut. Hal itu terungkap dari proses verbal penyidikan terhadap 16 orang anggota NII yang berhasil ditangkap Densus 88 pada pekan lalu di Tanah Datar, dan Dharmasraya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement