Kamis 07 Apr 2022 17:10 WIB

PDIP: Jokowi Butuh Dua Tahun Belajar Jadi Presiden

PDIP menilai mengganti menteri berkinerja buruk juga bukan sesuatu yang tepat.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Ketua Komisi III DPR yang juga Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PDIP Bambang Wuryanto saat ditemui di ruangannya, di Kompleks Parlemen, Jakarta. Kamis (7/4).
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Ketua Komisi III DPR yang juga Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PDIP Bambang Wuryanto saat ditemui di ruangannya, di Kompleks Parlemen, Jakarta. Kamis (7/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) DPR Bambang Wuryanto mengatakan, sulitnya untuk menjabat sebagai menteri. Bahkan diceritakannya, Joko Widodo membutuhkan waktu dua tahun untuk belajar sebagai presiden di periode pertama kepemimpinannya.

"Saya pernah kok tanya sama Presiden, 'Pak Presiden dulu belajar jadi presiden berapa waktu?', 'Saya butuh waktu dua tahun, tapi waktu jadi wali kota saya butuh waktu satu tahun'," ujar Bambang menirukan Jokowi saat ditemui di ruangannya, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (7/4/2022).

Baca Juga

Dari ceritanya tersebut, ia menyampaikan pengalaman untuk belajar tersebut tentunya dialami para menteri di Kabinet Indonesia Maju. Khususnya untuk menteri-menteri teknis, seperti Menteri Perhubungan, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan Menteri Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM).

"Karena orang yang duduk di situ harus belajar dulu, orang jadi menteri kan harus belajar dulu itu butuh waktu belajar," ujar Bambang.

Kendati demikian, ia menilai mengganti menteri yang memiliki kinerja buruk juga bukan sesuatu yang tepat. Menurutnya, peringatan Jokowi merupakan bentuk evaluasinya kepada para pembantunya di kabinet.

"Anggaplah menteri teknis itu yang seperti apa? Pak PUPR menteri teknis, Perhubungan teknis, ESDM teknis, karena ada SKK Migas itu kementerian teknis. Anda tidak bisa mengganti cepat orang," ujar Bambang.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta seluruh jajaran menterinya memiliki sense of crisis dan sensitif terhadap berbagai kesulitan yang dihadapi masyarakat saat ini, seperti kenaikan harga barang kebutuhan pokok dan energi. Ia juga meminta agar jajarannya menjelaskan situasi global yang menyebabkan terjadinya kenaikan harga barang termasuk minyak goreng dan Pertamax.

“Seluruh yang hadir di sini anggota kabinet, kepada semua menteri, kepala lembaga agar kebijakan yang diambil itu tepat. Sikap-sikap kita, kebijakan-kebijakan kita, pernyataan-pernyataan kita harus memiliki sense of crisis. Harus sensitif terhadap kesulitan-kesulitan rakyat,” ujar Jokowi.

Ia kemudian menyindir Menteri Perdagangan yang tak memberikan penjelasan apapun terkait kenaikan harga minyak goreng yang sudah terjadi selama empat bulan terakhir ini. “Tidak ada statement, tidak ada komunikasi, harga minyak goreng sudah empat bulan tidak ada penjelasan apa-apa kenapa ini terjadi,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement