Jumat 01 Apr 2022 13:27 WIB

Sekjen Rekat Dukung Lima Jaksa Senior Judicial Review UU Kejaksaan di MK

Lima jaksa senior mencari keadilan lantaran harus pensiun karena adanya UU baru.

Lima jaksa senior menggugat UU Kejaksaan yang disahkan 31 Desember 2022 ke Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat (ilustrasi).
Foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra
Lima jaksa senior menggugat UU Kejaksaan yang disahkan 31 Desember 2022 ke Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lima jaksa senior mengajukan judical review Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka yang menggugat adalah Fachriani Suyuti, Fentje Eyert Loway, Martini, Renny Ariyanny, dan TR Silalahi.

Pokok bermasalahannya adalah UU tersebut disahkan pada 31 Desember 2021. Dalam UU Kejaksaan yang baru, masa pensiun jaksa dipangkas dari 62 tahun menjadi 60 tahun. Lima orang itu pun mendadak langsung memasuki masa pensiun. Sekretaris Jenderal Rekonsiliasi Masyarakat Indonesia (Sekjen Rekat Indonesia), Heikal Safar mendukung upaya lima orang jaksa yang mencari keadilan hukum di MK.

Menurut dia, apa yang ditempuh oleh kelima penegak hukum itu sangat mulia. "Mungkin saja bisa mewakili suara hati mayoritas para jaksa fungsional di berbagai tempat tugasnya yang lebih banyak terdiam, seolah-olah menanti apa keputusan nanti saja," kata Heikal kepada wartawan di Jakarta, Jumat (1/4/2022).

Menurut Heikal, para jaksa itu sedang berkarya di ujung masa pengabdian menjelang 60 tahun. Harusnya, mereka masih bisa mengabdi hingga dua tahun ke depan. Lantaran muncul UU baru, sambung dia, mereka langsung diberhentikan tiba-tiba karena dianggap memasuki masa purnatugas.

Sementara, sambung dia, UU Kejaksaan yang baru malah membolehkan jaksa yang berusia 60 tahun lebih, masih berdinas atau bekerja hingga tetap mendapatkan gaji dan tunjangan. Dia pun mengusulkan agar sebaiknya masa pensiun jaksa diperpanjang saja sampai 65 tahun. "Sebaiknya jaksa dipensiunkan diusia 65 tahun bahkan sampai 67 tahun," kata Heikal.

Pertimbangannya, sambung dia, hakim pensiun di usia 65 tahun, hakim tinggi 67 tahun, dan hakim agung 70 tahun. Sayangnya, menurut Heikal, dalam praktiknya, jaksa yang melaksanakan tugas penyidikan, penuntutan, hingga eksekusi, justru diposisikan sebagai aparatur sipil negara (ASN) dalam jabatan fungsional.

Sehingga masa pensiunnya menjadi terbatas. "Maka pensiun Jaksa diusia 65 tahun patut diperjuangkan demi untuk menjaga profesionalitas kerja kejaksaan, diperlukan integritas, kelas terbang dan pengalaman kerja yang andal," kata Heikal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement