REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan (Zulhas) mengatakan, saat ini baru tiga partai politik yang mendukung usulan penundaan pemilihan umum (Pemilu) 2024. Namun, usulan tersebut tak akan bisa terealisasi jika hanya didukung oleh partainya, Partai Golkar, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Adapun wacana penundaan Pemilu 2024 dapat terealisasi lewat amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Namun, Zulhas yang merupakan Wakil Ketua MPR menjelaskan bahwa itu bisa terjadi jika 3/4 anggota MPR mengusulkan hal tersebut.
"Harus 3/4 suara MPR, kan ada syaratnya toh. Kalau cuma saya, PKB, Golkar ya tidak cukup," ujar Zulhas di Novotel Hotel, Jakarta, Ahad (27/3/2022).
Di samping itu, ia juga menegaskan, usulan penundaan Pemilu 2024 hadir dari dari pembicaraan antarpartai politik. Presiden Joko Widodo disebutnya tak berurusan dengan pembicaraan tersebut.
"Perbincangan soal penundaan pemilu itu urusan partai-partai. Maka jangan suka nyalahin presiden dong. Ini Pak Jokowi diserang. Ini bukan urusan Pak Jokowi. Ini saya tidak ngebela loh, tapi ini betul," ujar Zulhas.
"Bincang-bincang ini yang setuju mau baru saya, Golkar, PKB. Nasdem, PDI, yang lain tidak bisa, ya tidak bisa dong (menunda Pemilu 2024)," sambung Wakil Ketua MPR itu.
Sebelumnya, mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie melihat wacana penundaan Pemilu 2024 merupakan kreativitas politik dari sejumlah elite. Ia yakin, usulan untuk mengamandemen konstitusi untuk merealisasikan usulan tersebut akan ditolak oleh DPR dan MPR.
"Komposisi partai-partai di DPR, mayoritas tidak setuju penundaan, apalagi perpanjangan masa jabatan. Terutama partai pemerintah yang sudah siap berkompetisi, tidak pada mau. Apalagi partai oposisi," ujar Jimly dalam sebuah diskusi daring, Ahad (13/3/2022) lalu.
Penundaan Pemilu 2024 dengan alasan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional dinilainya tak masuk akal. Mengingat pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 dan pernyataan Presiden Joko Widodo yang tegas taat pada konstitusi.
"Untuk berharap bahwa ini, apalagi ini alasannya diubah alasan ekonomi, itu juga tidak beralasan. Jadi saya rasa bukan untuk menunda serius itu, tetapi menghidupkan wacana umum ini kreativitas politik saja," ujar Jimly.