Senin 21 Mar 2022 22:01 WIB

Korupsi Krakatau Steel, Jampidsus Periksa Eks Kepala Proyek Blast Furnace

Pejabat dan karyawan PT Krakatau Steel juga diperiksa sebagai saksi.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Ilham Tirta
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Ketut Sumedana.
Foto: Bambang Noroyono/Republika
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Ketut Sumedana.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung mulai memeriksa saksi terkait dugaan korupsi proyek pembangunan blast furnace atau tungku peleburan baja tipis di PT Krakatau Steel. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana mengatakan, pada Senin (21/3/2022), dua pejabat dan karyawan di perusahaan baja milik pemerintah itu diperiksa sebagai saksi.

Selain itu, penyidik Jampidsus juga memeriksa dua pengusaha swasta. “Pemeriksaan dilakukan terhadap WH, TM, RAS, dan WS,” kata Ketut, dalam siaran pers yang diterima wartawan di Jakarta, Senin. Ketut menerangkan, WH diperiksa sebagai karyawan di PT Krakatau Steel dan TM selaku mantan staf Divisi Perencanaan Teknologi PT Krakatau Steel.

Baca Juga

Saksi RAS dan WS diperiksa selaku pengusaha dari swasta yang tak disebutkan detail. Ketut mengatakan, RAS dan WS, adalah mantan ketua tim proyek pembangunan blast furnace di PT Krakatau Steel. “WH, TM, RAS, dan WS, diperiksa terkait degan dugaan tindak pidana korupsi pembangunan blast furnace milik PT Krakatau Steel,” ujar Ketut.

Dugaan korupsi di Krakatau Steel resmi naik ke penyidikan pada Rabu (16/3/2022). Direktur Penyidikan Jampidsus, Supardi menjelaskan, kasus itu berawal dari proyek pembangunan blast furnace berbahan bakar batubara pada 2011 sampai 2019.  Pembangunan tanur tinggi peleburan baja ringan dengan bahan batubara itu untuk meminimalisir pembiayaan yang lebih rendah ketimbang menggunakan gas.

Pada 31 Maret 2011, dimulai pelelangan untuk pembangunan proyek tersebut di Cilegon, Banten. “Pemenang dari lelang pengadaan adalah konsorsium asal Cina, MCC CERI, dan PT Krakatau Steel Engerineering,” kata Supardi.

Dari hasil penyelidikan, sumber pendanaan proyek semula akan dibiayai Eksport Credit Agency (ECA) yang juga berasal dari Cina. Namun, ECA tak menyetujui pembiayaan tersebut. “Karena kinerja keuangan perusahaan PT Krakatau Steel tidak memenuhi syarat,” kata Supardi.

Manajemen Krakatau Steel mengalihkan pembiayaan melalui peminjaman dengan cara sindikasi. Nilai pembiayaan mengacu kontrak sebesar Rp 6,92 triliun. Dari pembiayaan tersebut, manajemen Krakatau Steel melakukan pembayaran kepada MCC CERI senilai Rp 5,35 triliun.

Nilai tersebut berasal dari kredit sebesar Rp 3,53 triliun dari perbankan luar negeri dan bank lokal sebesar Rp 1,81 triliun. Proses pembangunan dimulai sejak 2011. Namun pada Desember 2019, proyek pembangunan dihentikan.

Supardi menambahkan, saat ini, pembangunan proyek tersebut mangkrak dan tak dapat difungsikan. “Sehingga mengakibatkan kerugian negara,” ujar Supardi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement