Selasa 26 Apr 2022 05:35 WIB

Presdir Krakatau Engineering Diperiksa Terkait Dugaan Korupsi Peleburan Baja

Imam Purwanto menjabat Direktur Utama PT Krakatau Engineering sejak 2011.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus raharjo
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Ketut Sumedana.
Foto: Bambang Noroyono/Republika
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Ketut Sumedana.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) memeriksa IP, selaku Presiden Direktur (Presdir) PT Krakatau Engineering, Senin (25/4/2022). Pemeriksaan oleh tim penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) tersebut merupakan lanjutan dari penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi pembangunan proyek blast furnace atau tungku peleburan baja tinggi milik PT Krakatau Steel 2011.  

“Inisial IP, diperiksa selaku Presiden Director PT Krakatau Engineering, terkait dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan pabrik blast furnace oleh PT Krakatau Steel,” kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Ketut Sumedana dalam siaran pers yang diterima wartawan di Jakarta, Senin (25/4/2022).

Baca Juga

IP, mengacu jadwal pemeriksaan resmi di Gedung Pidana Khusus (Pidsus), adalah Imam Purwanto, yang menjabat sebagai Direktur Utama (Dirut) PT Krakatau Engineering, sejak 2011. Pemeriksaan terhadap IP, sebetulnya bukan kali pertama. Tim penyidikan di Jampidsus, sebelumnya pernah juga memeriksanya pada awal April 2022 lalu.

Direktur Penyidikan Jampidsus, Supardi saat ditemui Republika.co.id, mengaku, IP adalah salah satu yang paling mengetahui tentang proses pembangunan tungku peleburan baja ringan milik perusahaan baja pemerintah tersebut. “Faktanya, memang PT Krakatau Engineering itu adalah anak perusahaan yang menggandeng perusahaan dari Cina dalam pembangunan blast furnace itu,” ujar Supardi, Senin (25/4/2022).

Dia menambahkan, dalam proses pembangunan tungku peleburan tersebut, ada pertanggungjawaban hukum yang belum tuntas dilakukan PT Krakatau Engineering, maupun pihak mitra proyek asal Cina tersebut. “Itu (proyek) pembangunan belum terealisasi 100 persen. Sehingga kita lihat ada kerugian negara,” ujar Supardi.

Supardi, pernah menjelaskan, kasus dugaan korupsi di Krakatau Steel berawal dari proyek pembangunan blast furnace berbahan bakar batubara pada 2011 sampai 2019. Proyek pembangunan tanur tinggi peleburan baja ringan dengan bahan batubara itu, diklaim untuk meminimalisir pembiayaan yang lebih rendah ketimbang menggunakan bahan bakar berbentuk gas.

Supardi menerangkan, pada 31 Maret 2011, dimulai pelelangan untuk pembangunan proyek tersebut di Cilegon, Banten. “Pemenang dari lelang pengadaan adalah konsorsium asal Cina, MCC CERI, dan PT Krakatau Steel Engineering,” kata Supardi, Rabu (16/3/2022).

Dari hasil penyidikan, sumber pendanaan pembangunan proyek tersebut semula akan dibiayai oleh Eksport Credit Agency (ECA) yang juga berasal dari Cina. Akan tetapi, dari dokumen-dokumen penyelidikan, ECA tak menyetujui pembiayaan proyek tersebut. “Karena kinerja keuangan perusahaan PT Krakatau Steel tidak memenuhi syarat,” kata Supardi.

Atas kondisi tersebut, manajemen Krakatau Steel mengalihkan pembiayaan melalui peminjaman dengan cara sindikasi. Ada enam bank nasional, dan dari luar negeri, serta lembaga pembiayaan yang menjadi kreditur. Di antaranya, Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank OCBC, Bank ICBC, Bank CIMB, dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

Nilai pembiayaan mengacu kontrak, sebesar Rp 6,92 triliun. Dari pembiayaan tersebut, manajemen Krakatau Steel, melakukan pembayaran kepada MCC CERI senilai Rp 5,35 triliun. Nilai tersebut, berasal dari pemberian fasilitas kredit sebesar Rp 3,53 triliun dari perbankan luar negeri, dan porsi lokal sebesar Rp 1,81 triliun. Setelah dilakukan pembayaran, proses pembangunan dimulai sejak 2011. Namun pada Desember 2019, proyek pembangunan tersebut dihentikan.

“Tetapi pekerjaan dari pembangunan proyek tersebut tidak selesai,” ujar Supardi.

Ia menambahkan, saat ini, pembangunan proyek tersebut mangkrak dan tak dapat difungsikan. “Sehingga mengakibatkan kerugian negara,” ujar Supardi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement