Senin 21 Mar 2022 06:10 WIB

Pusham UII Sindir Lambatnya Penetapan Tersangka Kasus Kerangkeng Manusia

Sudah lebih dari sebulan sejak kasus kerangkeng manusia ini mencuat ke publik.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Andi Nur Aminah
Petugas kepolisian memeriksa ruang kerangkeng manusia yang berada di kediaman pribadi Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara.
Foto: ANTARA FOTO/Oman/Lmo/rwa.
Petugas kepolisian memeriksa ruang kerangkeng manusia yang berada di kediaman pribadi Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Studi Hukum dan Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (Pusham UII) Despan Heryansyah mengamati sudah lebih dari sebulan sejak kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-Angin (TRP) mencuat ke publik. Ia khawatir kasus ini bakal mandeg karena belum ada satu pun tersangka yang ditetapkan oleh Polda Sumut.

Despan menyayangkan belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Padahal Komnas HAM dan LPSK sudah menyampaikan hasil pemeriksaannya. Sehingga ia merasa heran terhadap lambatnya perkembangan kasus ini.

Baca Juga

"Banyak korban dan saksi yang masih hidup, termasuk saksi terduga pelaku. Jadi seharusnya tidak sulit menemukan dua alat bukti sebagai pijakan penetapan tersangka," kata Despan kepada Republika.co.id, Ahad (20/3).

Despan lantas mempertanyakan kekuatan di balik TRP. Ia meragukan TRP mampu bekerja sendiri menghambat kasus ini berkembang lebih lanjut tanpa bantuan. Apalagi TRP tengah berada dalam tahanan KPK. "Melihat kasus ini, kita jadi bertanya siapa di balik bupati Langkat nonaktif Terbit, tidak mungkin dia bekerja sendiri dari balik tahanan," ujar Despan.

Despan khawatir barang bukti dalam kasus ini bisa hilang bila kasus dibiarkan berlarut-larut. "Yang kita khawatirkan, semakin lama tidak ada tindak lanjut yang jelas, barang buktinya akan hilang atau dihilangkan," lanjut Despan.

Selain itu, Despan menyatakan dugaan keterlibatan oknum aparat membuat perkara ini semakin kompleks. Menurutnya, hal ini turut mempengaruhi perkembangan kasus ini.

"Kita tahu penanganan pertama tindak pidana ada di kepolisian, sebelum kejaksaan dan pengadilan. Sementara ada oknum polisi yang terlibat yang kita belum tahu siapa, bagaimana, dan sejauhmana keterlibatannya," ucap Despan.

Sebelumnya, unsur pimpinan LPSK menemui Mahfud MD di kantor Kemenko Polhukam, Rabu (16/3). Salah satu yang dibahas mengenai lambatnya proses hukum dalam kasus kerangkeng manusia. 

Dalam pertemuan itu, Pimpinan LPSK menyerahkan satu bundel laporan kepada Mahfud MD mengenai temuan data dan fakta hasil kegiatan investigasi, koordinasi serta penelaahan yang dilakukan tim LPSK."Saya berharap dengan adanya tambahan informasi dari LPSK, pengungkapan kasus kerangkeng manusia di Langkat yang berujung pada proses hukum terhadap siapa saja yang terlibat, bisa dilakukan lebih cepat dan memberikan kepastian hukum bagi para korban," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo dalam keterangan pers, Rabu (16/3).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement