REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengungkapkan korban kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peragin-angin (TRP) mengalami kondisi yang memprihatinkan. Sebagian dari mereka mengalami cacat atau gangguan jiwa.
Kepala Biro Penelahaan Permohonan (BPP) LPSK Muhammad Ramdan mengatakan para korban selalu mengalami kekerasan dalam masa kurungan dan “bekerja” di tempat TRP. Para korban di kerangkeng mengalami pemukulan, ditampar dan ditendang, dipaksa tidur di atas daun jelatang (daun yang menyebabkan gatal), diinjak kepalanya hingga disiram air garam.
"Mereka dipukul menggunakan selang, kunci inggris, batu dan balok, ditetesi plastis yang sudah dibakar, disundut rokok, disetrum, dan jempol kaki dipukul dengan palu," kata Ramdan dalam keterangan yang dikutip Republika.co.id, Jumat (11/3/2022).
Ramdan menyampaikan para korban mengalami kekerasan di kerangkeng maupun di luar kerangkeng, seperti gudang cacing, perkebunan sawit, pabrik sawit dan kolam. Kekerasan tersebut menimbulkan dampak yang luar biasa terhadap korban.
"Dari segala bentuk kekerasan itu, banyak korban yang menderita cacat, seperti jari putus, luka bakar di tubuh, gigi tanggal, tulang rusuk hancur, kuku lepas, stres hingga mengalami gangguan jiwa hingga ada meregang nyawa," ujar Ramdan.
Atas dasar inilah, LPSK menilai pemenuhan hak-hak korban menjadi hal yang sangat penting. LPSK juga memfasilitasi perhitungan kerugian yang dialami korban.
"Selain proses penegakan hukum terhadap TRP dan pelaku lain, termasuk oknum TNI dan Polri, korban berhak untuk menuntut restitusi kepada pelaku dan LPSK akan memfasilitasi perhitungan kerugian tersebut,” ucap Ramdan.