Jumat 18 Mar 2022 14:38 WIB

Polri Koordinasi dengan Kemenkominfo Take Down Video Pendeta Saifuddin

PGI menegaskan pernyataan kontroversial Pendeta Saifuddin bersifat pribadi.

Rep: Haura Hafizhah, Muhyiddin/ Red: Agus raharjo
Pendeta Saifuddin Ibrahim meminta 300 ayat Alquran dihapus.
Foto: Tangkapan layar
Pendeta Saifuddin Ibrahim meminta 300 ayat Alquran dihapus.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kepala Divisi (Kadiv) Humas Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Dedi Prasetyo mengatakan akan berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk menutup video pendeta Saifuddin Ibrahim. Dalam videonya, Pendeta Saifuddin meminta Menteri Agama (Menag) menghapus 300 ayat dalam Alquran.

"Nanti, saya tanyakan dulu Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim. Dan akan koordinasi juga dengan Kominfo untuk take down video tersebut karena itu kewenangan Kominfo," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (18/3/2022).

Baca Juga

Namun, ketika ditanya terkait kepolisian akan menangkap Saifuddin atau tidak. Sampai berita ini ditulis belum dijawab. Sebelumnya, beredar video berisi pernyataan Pendeta Saifuddin Ibrahim yang diduga telah menodai agama Islam. Dalam video tersebut, ia mengatakan bahwa kurikulum pesantren dan para pengajarnya harus diganti serta disebut sebagai sumber kekacauan.

Tak hanya itu, Saifuddin juga menyatakan pesantren telah melahirkan kaum radikal. Dia juga meminta Menteri Agama menghapus 300 ayat Alquran karena disebut sebagai pemicu perbuatan radikal. Pernyataan itu memancing reaksi banyak pihak.

Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (MPH PGI) pun angkat bicara mengenai pernyataan kontroversial Pendeta Saifuddin. Kepala Humas PGI, Jeirry Sumampow menegaskan, pernyataan Pendeta Saifuddin bersifat pribadi. Pernyataan kontroversial tersebut tidak ada hubungannya dengan PGI dan gereja-gereja pada umumnya di Indonesia.

PGI meminta kepada masyarakat Indonesia agar tidak menganggap pernyataan tersebut sebagai sikap komunitas Kristen. “PGI memohon agar masyarakat tidak terjebak untuk menggeneralisasi sikap dan pandangan pribadi sebagai sikap komunitas Kristen. Kekristenan tidak mengajarkan jalan kebencian ataupun sikap membalas dendam,” tegas Jeirry.

Menurut dia, PGI berharap agar semua pihak berhati-hati dan bijak dalam menyikapi pernyataan provokatif. Sebab, pernyataan provokatif bisa dimanfaatkan pihak tertentu untuk kepentingan merusak kerukunan antarumat beragama dan masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement