Senin 14 Mar 2022 17:17 WIB

Kuasa Hukum Munarman Sesalkan Kriminalisasi Ajaran Islam

Kuasa hukum nilai ajaran Islam tak perlu dianggap sebagai doktrin lakukan kejahatan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Indira Rezkisari
Layar televisi menampilkan jalannya sidang perdana kasus dugaan terorisme dengan terdakwa Munarman yang berjalan secara daring di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu (1/12/2021). Sidang perdana yang berjalan secara daring tersebut beragendakan pembacaan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum.
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Layar televisi menampilkan jalannya sidang perdana kasus dugaan terorisme dengan terdakwa Munarman yang berjalan secara daring di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu (1/12/2021). Sidang perdana yang berjalan secara daring tersebut beragendakan pembacaan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (Sekum FPI) Munarman dituntut delapan tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Senin (14/3) di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Tim kuasa hukum Munarman, Aziz Yanuar, menyesalkan sejumlah istilah dalam ajaran Islam yang seolah dimaknai kejahatan.

Aziz mengatakan Islam bukanlah agama yang mengajarkan kekerasan atau bahkan pembunuhan. Ia mengeluhkan JPU yang membangun narasi seolah ajaran Islam identik dengan kekerasan.

Baca Juga

"Kami sesalkan dalam dakwaan ini ada dugaan kriminalisasi tentang istilah dan ajaran Islam seperti khilafah, jihad, kemudian baiat," kata Aziz kepada wartawan usai sidang, Senin (14/3/2022).

Aziz menilai ajaran Islam tak perlu dianggap sebagai doktrin melakukan kejahatan. Apalagi Indonesia merupakan negara mayoritas Muslim dengan sila pertama Pancasila sangat mencirikan Islam yang mengajarkan keesaan Tuhan.

"Ini hal-hal yang kita sayangkan dan tidak seharusnya ini terjadi di negara yang mayoritas Muslim, apalagi berketuhanan Yang Maha Esa. Itukan ajaran Islam juga," ujar Aziz.

JPU memang mengatakan Munarman menyelenggarakan kajian untuk mempertebal keimanan, memberi motivasi dan ajakan mendukung ISIS di sejumlah wilayah. Tujuan Munarman melakukan itu, lanjut JPU, agar khilafah tegak di Tanah Air. Temuan-temuan itu yang menurut JPU pantas membuat Munarman terbukti melakukan permufakatan jahat.

"Agar menjadikan Indonesia negara khilafah daulah Islamiyah dengan merebut secara paksa dengan jihad sebagaimana ajaran ISIS dengan ancaman kekerasan mengandung paham khilafah, daulah Islamiah, syariat Islam, jihad, kafir, penggunaan simbol-simbol Abu Bakar al Bagdadi seperti bendera, rompi ISIS digunakan berkelompok... Ini sebagai peringatan bahwa ISIS sudah tegak di Indonesia. Ditindaklanjuti dengan pendalaman kajian dan pelatihan fisik," kata JPU.

JPU menuntut Munarman bersalah melanggar Pasal 15 juncto Pasal 7 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU juncto UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang perubahan atas UU 15 Tahun 2003 tentang penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement