Senin 07 Mar 2022 17:50 WIB

Komnas HAM Ungkap Lima Pelanggaran HAM di Lapas Yogyakarta

Lima jenis pelanggaran terungkap dalam kasus kekerasan di Lapas Yogyakarta.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik (kanan) didampingi Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Mohammad Choirul Anam (kiri) memberikan keterangan pers terkait hasil pemantauan dan penyelidikan Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (7/3/2022). Berdasarkan hasil pemantauan dan penyelidikan, Komnas HAM menemukan delapan tindakan perlakuan penyiksaan dan perbuatan merendahkan martabat yang dilakukan oleh petugas lapas kepada warga binaan, penyiksaan tersebut berupa pemukulan menggunakan tangan kosong hingga menggunakan alat.
Foto: ANTARA/Galih Pradipta
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik (kanan) didampingi Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Mohammad Choirul Anam (kiri) memberikan keterangan pers terkait hasil pemantauan dan penyelidikan Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (7/3/2022). Berdasarkan hasil pemantauan dan penyelidikan, Komnas HAM menemukan delapan tindakan perlakuan penyiksaan dan perbuatan merendahkan martabat yang dilakukan oleh petugas lapas kepada warga binaan, penyiksaan tersebut berupa pemukulan menggunakan tangan kosong hingga menggunakan alat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menuntaskan laporan menyangkut kekejaman tak manusiawi yang dirasakan warga binaan di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Narkotika Kelas II A Yogyakarta. Komnas HAM menyimpulkan ada lima jenis pelanggaran HAM yang terjadi.

Komisioner Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Choirul Anam menyebut jenis HAM pertama yang dilanggar yaitu hak untuk terbebas dari penyiksaan, kekerasaan, atau perlakuan lain yang kejam dan merendahkan martabat manusia.

Baca Juga

Komnas HAM menemukan pelanggaran Konvensi Anti Penyiksaan yang telah diratifikasi dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998.

"Padahal setiap pihak harus menghentikan atau mencegah perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia," kata Anam dalam konferensi pers daring, Senin (7/3).

Kedua, pelanggaran hak memperoleh keadilan ditandai dengan penghukuman yang menempatkan warga binaan di ruang isolasi (strapsel) tanpa melalui sidang putusan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP). Hal ini merupakan tindakan perlakuan diskriminatif di lingkungan Lapas bila merujuk Pasal 3 Ayat (3) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.

"Pemberikan hukuman atau sanksi bagi warga binaan dalam bentuk tindakan apapun tanpa melalui sidang TPP menunjukkan indikasi pengabaian kesempatan untuk menyampaikan pembelaan yang layak. Selain itu, adanya pembedaan perlakuan, intensi penyiksaan sangat tinggi dilakukan terhadap residivis dan yang pernah terlibat penyimpanan barang di dalam bunker," ujar Anam.

Ketiga, pelanggaran hak atas rasa aman yang dijamin dalam Pasal 28 G Ayat (1) UUD 1945, Pasal 29 Ayat (1) dan Pasal 30 Undang-Undang Hak Asasi Manusia. Keempat, pelanggaran hak untuk kehidupan layak. Meskipun kebebasannya dibatasi, warga binaan tetap memiliki hak-hak terkait pemenuhan kesejahteraan dan kehidupan yang layak.

"Jaminan hak-hak narapidana selama menjalani pemasyarakatan dijamin di

dalam Pasal 14 UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan diantaranya hak beribadah, kesehatan, kebutuhan pangan dan sandang, kunjungan keluarga dan penasihat hukum, menyampaikan keluhan, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan lainnya," ujar Anam.

Terakhir, pelanggaran hak atas kesehatan. Berdasarkan Pasal 25 ayat (1) peraturan minimum standar untuk perlakuan terhadap Narapidana, petugas kesehatan harus menjaga dan memperhatikan kesehatan jasmani dan jiwa warga binaan dan memberikan tindakan segera terhadap WBP yang mengalami sakit.

"Namun, dalam faktanya ditemukan beberapa warga binaan mengalami luka fisik yang membutuhkan penanganan medis segera dan intensif. Jika poliklinik Lapas terbatas dalam penanganannya sebaiknya segera merujuk ke Rumah Sakit agar mendapatkan penanganan medis dengan maksimal," kata Anam.

Sebelumnya, sejumlah mantan narapidana Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta mengadu ke Ombudsman Perwakilan DIY dan Jawa Tengah pada Senin (1/11). Aduan itu terkait dugaan penganiayaan dan pelecehan seksual yang mereka alami selama di lapas tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement