Jumat 04 Feb 2022 16:16 WIB

Menkumham Klaim Pemerintah Hormati Putusan MK Soal UU Cipta Kerja

MK memutuskan UU Cipta Kerja inkonstitusional dan bertentangan dengan UUD 1945.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Hamonangan Laoly.
Foto: Prayogi/Republika.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Hamonangan Laoly.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly menegaskan, pemerintah dan DPR menghormati, mematuhi, serta akan melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dengan sebaik-baiknya. MK dalam putusannya menganggap UU Cipta Kerja inkonstitusional.

"Tindak lanjut putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tersebut perlu segera dilakukan oleh Pemerintah untuk menjamin adanya kepastian hukum," kata dia saat menyampaikan orasi ilmiah memperingati Dies Natalis Ke-68 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (4/2/2022).

Baca Juga

Kepastian hukum tersebut juga merujuk bagi pelaksanaan investasi, baik domestik maupun asing, yang telah berkomitmen melakukan investasi setelah terbitnya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. "Investasi tersebut tentu akan menambah lapangan kerja yang luas bagi masyarakat," kata Yasonna.

UU Cipta Kerja telah dilakukan pengujian formil. Pada tanggal 25 November 2021 MK menjatuhkan putusan perkara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 melalui Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Dalam amar putusan dinyatakan bahwa pembentukan UU tentang Cipta Kerja inkonstitusional dengan UUD NRI Tahun 1945, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai tidak dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun sejak putusan diucapkan.

MK juga memerintahkan pembentuk UU, baik presiden dan DPR untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak putusan diucapkan. Apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, UU Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen. "Sebagai negara demokrasi yang berdasarkan hukum, Pemerintah menghormati dan melaksanakan Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020," ujar Yasonna.

UU Cipta Kerja disahkan pada 2020 menggunakan metode Omnibus Law dan memperhatikan muatan serta substansi yang harus diubah dalam UU Cipta Kerja dan mencapai 78 UU. Hal itu meliputi 10 klaster, yakni peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha, ketenagakerjaan, kemudahan, perlindungan serta pemberdayaan koperasi dan UMKM.

Kemudian, tentang kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, pengadaan tanah, kawasan ekonomi, investasi pemerintah pusat dan percepatan proyek strategis nasional, serta pelaksanaan administrasi pemerintahan dan pengenaan sanksi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement