Bareskrim Polri menerima tiga laporan polisi terhadap Edy Mulyadi terkait pernyataannya tentang Ibu Kota Negara (IKN) 'tempat jin buang anak'. Laporan tersebut berasal dari elemen masyarakat di Polda Kalimantan Timur, Polda Kalimantan Barat dan Polda Sumatra Utara. Selain itu menerima 16 pengaduan dan 18 pernyataan sikap.
Ketiga laporan tersebut ditarik ke Bareskrim Polri, hingga tanggal 26 Januari, penyidik menaikkan status perkara dari penyelidikan ke penyidikan. “Setelah dilakukan gelar perkara, hasil dari penyidikan menetapkan EM sebagai tersangka,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal (Brigjen) Ahmad Ramadhan di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (31/1/2022).
Kasus yang menyeret Edy Mulyadi ini berawal dari komentar terbuka tentang penolakan pemindahan ibu kota negara, dari Jakarta ke Kalimantan Timur (Kaltim). Edy Mulyadi, dalam video yang tersebar di medsos dan Youtube mengucapkan kalimat-kalimat penolakan yang dinilai menghina masyarakat di Kalimantan.
Edy Mulyadi menyebut wilayah ibu kota baru tersebut sebagai daerah yang tak layak dihuni oleh kalangan manusia dengan menyebut daerah ibu kota baru sebagai tempat ‘jin buang anak’. Edy Mulyadi juga menyebut wilayah ibu kota baru itu sebagai pasar yang dihuni makhluk-makhluk gaib. “Kalau pasarnya kuntilanak, generuwo, ngapain ngebangun di sana (Kalimantan),” kata Edy.
Edy Mulyadi telah mengklarifikasi pernyataannya dan menyebut maksud 'jin buang anak' adalah tempat yang jauh.