Jumat 28 Jan 2022 09:35 WIB

Ketua IPW Desak Kapolri Turunkan Propram Periksa Kombes Iqbal Alqudusy

IPW menuding Kabid Humas Polda Jateng membuka BAP kasus pemerkosaan ke publik.

Rep: Ali Mansur/ Red: Erik Purnama Putra
Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Iqbal Alqudusy dalam konferensi pers di Mapolda Jawa Tengah, Kota Semarang.
Foto: Istimewa
Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Iqbal Alqudusy dalam konferensi pers di Mapolda Jawa Tengah, Kota Semarang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memeriksa Kabid Humas Polda Jawa Tengah (Jateng) Kombes Iqbal Alqudusy yang membuka ke publik informasi berita acara pemeriksaan (BAP) korban pemerkosaan R di Kabupaten Boyolali, Provinsi Jateng. Padahal, penanganan hukum berupa penyelidikan dan proses pemeriksaan kasus pemerkosaan masih berjalan.

"Dengan mencuatnya isi BAP sebagai sumber berita akan mengganggu proses penyidikan dan pengembangan kepada diduga pelaku tindak pidana. Apalagi, keterangan yang diberikan berakibat menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat," ujar Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam siaran persnya di Jakarta, Kamis (27/1/2022).

Baca Juga

Sugeng menilai, tindakan Kombes Iqbal menyebar informasi keterangan dalam BAP tersebut merupakan  tindakan unprofesional dan unprosedural. Hal itu sangat menyakitkan perasaan korban R sebagai masyarakat yang mengadu pada polisi. Dalam pernyataannya, sambung dia, Iqbal menyatakan, penyidik telah memeriksa pelapor R. Disebutkan, dalam BAP yang bersangkutan mengakui mengarang cerita adanya pemerkosaan.

Termasuk menyampaikan hasil dari visum yang tidak ada tanda-tanda kekerasan di kemaluan si korban. Kemudian, juga fakta dari CCTV, baik itu di hotel maupun di luar hotel yang mengindikasikan bahwa yang bersangkutan itu sudah sangat mengenal kepada laki-laki yang dilaporkan sebagai tersangka pemerkosaan.

Menurut Sugeng, keterangan dalam BAP dalam proses penyelidikan adalah informasi yg bersifat tertutup. Apalagi terkait dengan kasus kesusilaan, terdapat kewajiban bagi polisi menyimpan rahasia terkait dengan tugas dalam jabatannya. Bahkan, sambung dia, pernyataan Kombes Iqbal itu dibantah oleh pelapor korban R sehingga menimbulkan kegaduhan.

Kemudian, Sugeng menambahkan, keterangan Kombes Iqbal itu bisa berakibat menghambat dan menghalangi penyidikan. Pasalnya, dengan adanya keterangan pers tersebut ada potensi besar terlapor GWS akan mudah membantah dan berkelit setelah mengetahui keterangan pers yang berpihak pada terlapor.

Sementara saat pernyataan pers ini dirilis terlapor belum diperiksa.  "Hal ini, dapat dinilai bahwa polisi telah berpihak pada terlapor sementara dalam kode etik profesi kepolisian terdapat larangan keberpihakan pada pihak-pihak yang berperkara," tutur Sugeng.

Selain itu, sambung dia, kasus laporan pemerkosaan korban R masih dalam pendalaman pada tahap penyelidikan. Artinya masih ada saksi saksi dan terlapor yg harus diperiksa. Sehingga dengan adanya pernyataan pers ini seakan-akan Polda Jateng telah menyimpulkan bahwa perkara pemerkosaan korban R adalah tidak benar.

"Bahwa hak informasi atas hasil penyelidikan harus disampaikan pada pelapor atau korban melalui SP2HP. Sementara SP2HP tersebut belum diterbitkan, namun Polda Jateng sudah menyampaikan kepada publik lebih dahulu," terang Sugeng.

Dengan sejumlah alasan itu, IPW melihat adanya pelanggaran terhadap Peraturan Disiplin Polri dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 dan juga pelanggaran etika yang diatur dalam Perkap Nomor 14 Tahun 2011. Oleh karena itu, IPW mendesak Jenderal Listyo segera menurunkan Divisi Propam Polri untuk memeriksa Kombes Iqbal. Dirreskrimum Polda Jateng Kombes Djuhandani, dan termasuk Kapolda Jateng Irjen Ahmad Luthfi.

"Agar kepercayaan publik yang sedang dibangun oleh Polri dapat terwujud," ucap Sugeng menyarankan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement