Rabu 26 Jan 2022 15:35 WIB

KSP: Perjanjian Ekstradisi dengan Singapura Wujud Kewibawaan Jokowi

Perjanjian ekstradisi dengan Singapura bukti reputasi pemerintah makin membaik.

Rep: Dessy Suciati Saputri / Red: Ratna Puspita
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Siti Ruhaini Dzuhayatin mengatakan, penandatanganan perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura merupakan wujud menguatnya kewibawaan kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). (Foto: Siti Ruhaini Dzuhayatin)
Foto: Republika/Muhyiddin
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Siti Ruhaini Dzuhayatin mengatakan, penandatanganan perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura merupakan wujud menguatnya kewibawaan kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). (Foto: Siti Ruhaini Dzuhayatin)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Siti Ruhaini Dzuhayatin mengatakan, penandatanganan perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura merupakan wujud menguatnya kewibawaan kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurutnya, kesepakatan ini juga menjadi bukti semakin membaiknya reputasi pemerintah dalam tata kelola yang transparan dan akuntabel.

"Konsekuensinya Indonesia harus membuktikan mampu memberantas segala kejahatan yang merendahkan martabat dan menghancurkan sendi keadilan, seperti korupsi, kejahatan ekstrimisme, atau kejahatan kemanusiaan lainnya," kata Ruhaini, dikutip dari siaran resmi KSP, Rabu (26/1).

Baca Juga

Menurutnya, kerjasama ekstradisi dengan Singapura yang dikenal sebagai pemerintahan yang baik dan bersih akan menaikkan pengaruh Indonesia di mata dunia. "Posisi Indonesia dalam membangun kerjasama internasional semakin kuat, baik di bidang politik, ekonomi, atau bidang strategis lainnya," ujar dia.

Ruhaini juga menyinggung soal penandatanganan kesepakatan pengambilalihan kendali udara atau Flight Information Region (FIR) di Natuna dari Singapura. Ia menilai, kesepakatan tersebut harus bisa terkonsolidasi dalam agenda strategis dan program prioritas.

 

"Tidak hanya di kementerian/lembaga tapi juga semua unsur termasuk dunia usaha dan masyarakat sipil. KSP akan mengawal itu," kata Ruhaini.

Menurutnya, kesepakatan Indonesia dengan Singapura dalam pengambilalihan FIR di Natuna memiliki tiga substansi penting, yakni kepentingan substantif kebangsaan, kepentingan politis strategis kenegaraan, dan kedaulatan hakiki. "Ini menegaskan Indonesia sebagai the emerging country yang punya kewibawaan politis serta modalitas sumberdaya produktif dan kompetitif. Sekaligus menguatkan kepentingan resiliensi sosial menghadapi globalisasi pada era revolusi industri 4.0," ujarnya.

Dalam pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong saat acara Leader's Retreat di Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (25/1/2022) kemarin, melahirkan beberapa kesepakatan di bidang politik, hukum, dan keamanan. Beberapa kesepakatan yang dilanjutkan dengan penandatanganan perjanjian tersebut, di antaranya soal pengambilalihan kendali udara (FIR) di Natuna dari Singapura dan perjanjian ekstradisi dengan memperpanjang masa retroaktif dari semula 15 tahun menjadi 18 tahun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement