Selasa 18 Jan 2022 20:13 WIB

MK Gelar Sidang Pengujian UU 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

Pemohon ingin menguji pasal 5 ayat 1 di dalam UUD Nomor 8 1981

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Gita Amanda
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, dengan nomor perkara 4/PUU/-XX/2022.
Foto: Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, dengan nomor perkara 4/PUU/-XX/2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, dengan nomor perkara 4/PUU/-XX/2022. Hal ini digugat oleh pemohon yang diwakili oleh Kuasa Hukum pemohon yaitu Alvin Lim. Alvin Lim ingin menguji pasal 5 ayat 1 di dalam UUD Nomor 8 1981 dan menambahkan di dalam pasalnya bahwa penyidikan tidak boleh dihentikan.

“Penyelidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, bagian a. Karena kewajibannya mempunyai wewenang. Pertama, menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana, kedua mencari keterangan dan barang bukti,ketiga, menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri dan keempat mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab,” kata Alvin Lim pada Selasa (18/1/2022).

Baca Juga

Kemudian, ia menjelaskan atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa satu penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan, kedua pemeriksaan dan penyitaan surat, ketiga mengambil sidik jari dan memotret seorang dan membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik. Bagian dua Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan sebagaimana tersebut pada ayat (1) huruf a dan huruf b kepada penyidik.

photo
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, dengan nomor perkara 4/PUU/-XX/2022. - (Mahkamah Konstitusi)

Ia memohon kepada MK untuk memberikan putusan dan menerima permohonan seluruhnya. Ia menyatakan pasal 5 ayat 1 di dalam UUD nomor 8 1981 bertentangan UUD dan tidak punya kekuatan hukum.

Sementara itu, Ketua Majelis dari MK Suhartoyo mengatakan kalau permintaan kuasa hukum Alvin Lim itu harus diperbaiki. Pertama, perhatikan pasal dan ayat. Menguji pasal 5 ayat 1 harus dilihat dari serangkaian isi dari penyelidikan. Jika dipaksakan untuk tidak boleh menghentikan penyelidikan namun tidak ada unsur pidana. Hal ini bisa fatal. Sehingga jika ingin menambahkan kata tidak boleh menghentikan penyidikan harus mempunyai argument yang kuat.

“Penyidikan itu bermacam-macam dan memiliki karakteristrik. Bisa berbulan-bulan serta bertahun-tahun. Namun, kalau penyidikan itu tidak ada unsur pidana tidak bisa dipaksakan. Dan tidak boleh juga mengurung seseorang yang tidak bisa dibuktikan terlibat dalam unsur pidana. Itu Namanya merampas hak,” kata dia dikutip dari Youtube Mahkamah Konstitusi, Selasa.

Lalu, ia menjelaskan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Sehingga dalam hal ini aparat akan menangkap tersangka jika ditemukan bukti dan terjerat pidana. Kalau tidak berarti penyidikan dihentikan.

“Hal ini bisa diuji kembali dengan diperbaiki kembali pada 31 Januari 2022. Sidang hari ini ditutup," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement