REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Polda Jawa Timur (Jatim) menerbitkan surat daftar pencarian orang (DPO) terhadap MSA, putra seorang kiai ternama di Kabupaten Jombang, yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pencabulan terhadap santriwatinya. "Kami akan melakukan upaya paksa terhadap MSA karena beberapa kali mangkir dari upaya pemanggilan polisi," ujar Direskrimum Polda Jatim Kombes Totok Suharyanto di Kota Surabaya, Jumat (14/1/2022).
Menurut dia, secara fakta yuridis perkara dugaan pencabulan santriwati dengan tersangka MSA sudah dinyatakan P-21 alias berkas lengkap oleh kejaksaan pada 4 Januari 2022. "Perkara itu sudah P-21. Kami berkewajiban menyerahkan tersangka dan barang buktinya kepada pihak kejaksaan," ujar Totok.
Menurut dia, penyidik sudah melayangkan panggilan pertama dan kedua kepada tersangka. Pada panggilan pertama, MSA melalui kuasa hukumnya menyatakan tidak datang dengan alasan sakit dan meminta waktu hingga 10 Januari. "Setelah kami tunggu, ternyata yang bersangkutan juga tidak hadir. Kali ini tanpa alasan," kata Totok.
Selanjutnya, pada Kamis (13/1/2022), penyidik mendatangi kediaman tersangka MSA di pondok pesantren di Jombang. Namun, kedatangan penyidik sempat mendapatkan penolakan dengan alasan MSA sedang tidak berada di tempat. "Kami kemudian menerbitkan DPO untuk proses selanjutnya dan akan dilaksanakan upaya paksa," ujar Totok.
Mengenai batas waktu bagi tersangka untuk menyerahkan diri atau dibawa paksa, Totok berharap tersangka MSA bersikap kooperatif. Tersangka MSA merupakan warga asal Kecamatan Ploso, Jombang, yang merupakan pengurus sekaligus anak kiai ternama dari salah satu pesantren di wilayah tersebut.
Pada Oktober 2019, MSA dilaporkan ke Polres Jombang atas dugaan pencabulan terhadap perempuan di bawah umur asal Jawa Tengah dengan Nomor LP: LPB/392/X/RES/1.24/2019/JATIM/RESJBG. Selama disidik oleh Polres Jombang, MSA diketahui tidak pernah sekali pun memenuhi panggilan penyidik.
Penyidik pun menetapkan MSA sebagai tersangka bulan Desember 2019. MSA memilih menggugat Kapolda Jatim karena menilai penetapan dirinya sebagai tersangka tidak sah. MSA sempat mengajukan praperadilan dan menuntut ganti rugi senilai Rp 100 juta dan meminta nama baiknya dipulihkan. Gugatan itu terdaftar dalam nomor 35/Pid.Pra/2021/PN Sby tertanggal 23 November 2021.