REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana Universitas Airlangga, Dr Maradona, mendukung Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menuntut korporasi dalam kasus mega korupsi PT Asabri. Hal ini menyusul vonis hakim yang sudah dijatuhkan kepada 6 terdakwa dalam kasus tersebut.
Maradona menilai, penuntutan terhadap korporasi dalam kasus korupsi Asabri memang dimungkinkan untuk dilakukan. Apalagi keenam terdakwa yang baru saja divonis pekan ini menurutnya tergolong sebagai pengurus korporasi bila merujuk pada Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"UU Tipikor akui korporasi sebagai pelaku. Nah ini kan orang-orang yang duduki posisi penting di perusahaan saat ini (6 terdakwa) di tingkat pertama sudah divonis salah melakukan korupsi," kata Maradona kepada Republika.co.id, Sabtu (8/1).
Maradona memandang Kejagung bisa memanfaatkan fakta persidangan dan bukti -bukti yang sudah berhasil dikumpulkan untuk menjerat korporasi dalam kasus korupsi PT Asabri. "Ini bisa jadi alat bukti kuat untuk bangun tuntutan berikutnya kepada korporasinya. Karena secara nyata pengurusnya sudah terbukti bersalah. Kalau korporasinya dituntut korupsi tinggal buktikan unsur yang lain. Misalnya apakah korporasi tersebut dapat keuntungan," ujar Maradona.
Maradona juga optimis Kejagung tak akan kesulitan menyiapkan tuntutan terhadap pelaku korporasi kasus korupsi PT Asabri. "Yang penting dari kasus ini orang-orang yang duduki jabatan sentral di perusahaan tersebut telah terbukti secara sah lakukan korupsi. Kita lihat saja nanti," ucapnya.
Diketahui, dua eks Direktur Utama (Dirut) PT Asabri dijatuhi vonis hukuman 20 tahun penjara. Kedua Dirut PT Asabri itu Mayjen Purn Adam Rachmat Damiri yang menjabat pada 2012-2016 dan Letjen Purn Sonny Widjaja yang menjabat pada 2016-2020 awalnya dituntut 10 tahun penjara.
Kemudian Direktur Investasi dan Keuangan PT Asabri periode Juli 2014-Agustus 2019, Hari Setianto dan Direktur Investasi dan Keuangan PT Asabri 2012-Juni 2014, Bachtiar Effendi divonis hukuman 15 tahun penjara. Vonis ini lebih tinggi dari tuntutan jaksa kepada Hari (14 tahun penjara) dan Bachtiar (12 tahun).
Hanya Direktur PT Jakarta Emiten Investor Relationship Jimmy Sutopo dan Direktur Utama PT Eureka Prima Jakarta Tbk Lukman Purnomosidi yang dihukum lebih rendah dari tuntutan jaksa masing-masing penjara 13 tahun dan 10 tahun.
Keenam orang di atas terbukti bersama-sama menggarong pengelolaan dana PT Asabri hingga merugikan keuangan negara Rp22,7 triliun.