REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meringkus Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi dalam operasi tangkap tangan pada Rabu (5/1) lalu. KPK mengatakan, OTT dilakukan terkait dugaan suap dan lelang jabatan di Pemerintahan Kota (pemkot) Bekasi.
"Informasi yang kami peroleh, tangkap tangan ini terkait dugaan korupsi penerimaan janji atau hadiah pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Kamis (6/1).
Rahmat Effendi menduduki kursi pemerintahan tertinggi di Kota Bekasi sejak 2013 lalu. Politisi partai Golkar itu telah menjabat sebagai wali kota Bekasi selama dua periode dan berakhir pada 2021 lalu.
Menjabat sebagai kepala daerah, Rahmat tercatat memiliki harta sebesar Rp 6.383.717.647. Harta tersebut dia laporkan melalui laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) pada 18 Februari 2021.
Berdasarkan laporan LHKPN tersebut, pria yang kerap disapa Bang Pepen ini tercatat memiliki sejumlah tanah dan bangunan. Rahmat diketahui memiliki 39 bidang tanah dan bangunan yang tersebar di Bekasi dan Subang, Jawa Barat, dengan total nilai aset Rp 6.346.002.000.
Aset lain yang dilaporkan Rahmat, yakni alat transportasi dan mesin senilai Rp 810 juta. Perinciannya, yakni mobil Sedan Toyota Crown 2003 senilai Rp 165 juta, mobil Chrysler Cher LTD CONTR 1997 senilai Rp 240 juta, mobil Jeep Cherokee 1995 senilai Rp 165 juta, dan motor Jeep Cherokee senilai Rp 240 juta.
Rahmat juga tercatat melaporkan harta bergerak lainnya sebesar Rp 170 juta. Dia juga memiliki kas dan setara kas lainnya senilai Rp 610.915.238. Namun, Pepen tercatat memiliki utang sebesar Rp 1.553.199.591.
Seperti diketahui, Rahmat Effendi dicokok tim satuan tugas KPK bersama dengan 11 orang lainnya. Saat ini mereka tengah menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Kendati, KPK hingga kini belum memerinci perkara korupsi yang menjadi alasan operasi senyap terhadap Wali Kota Rahmat Effendi dilakukan. Lembaga antikorupsi itu mempunyai waktu 1x24 jam untuk menentukan status hukum para pihak yang diamankan dalam OTT ini.