Selasa 28 Dec 2021 12:05 WIB

Penurunan Prevalensi Stunting dan Generasi Emas Indonesia

Pendampingan dan bimbingan calon pengantin selama 3 bulan terkait pencegahan stunting

Rep: Dian Fath Risalah/Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
Dokter memeriksa kesehatan seorang balita yang menderita stunting.
Foto: ANTARA /Kornelis Kaha/foc.
Dokter memeriksa kesehatan seorang balita yang menderita stunting.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pandemi COVID-19 di Indonesia memberikan dampak terhadap berbagai sektor baik perekonomian, pendidikan, dan kehidupan sosial masyarakat lainnya termasuk kepada permasalahan Kesehatan. Walau cukup berat beban di sektor kesehatan, tapi dengan berbagai upaya yang telah pemerintah lakukan dalam mengantisipasi dampak pandemi Covid-19.

Salah satu program yang cukup menggembirakan adalah semakin turunnya permasalahan stunting selama dua tahun terakhir. Penilaian status gizi balita ini, terkait erat juga dengan sasaran pokok yang ingin dicapai dalam Program Indonesia Sehat pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, yaitu meningkatnya status kesehatan dan gizi anak.

Pada Senin (27/12) kemarin, Kementerian Kesehatan RI melangsungkan launching hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota Tahun 2021. Di tahun ini (2021), Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Biro Pusat Statistik (BPS) dengan dukungan Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia melakukan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) dengan mengumpulkan data di 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota dengan jumlah blok sensus (BS) sebanyak 14.889 Blok Sensus (BS) dan 153.228 balita.

Berdasarkan hasil SSGI tahun 2021, angka stunting secara nasional mengalami penurunan sebesar 1,6 persen per tahun dari 27,7 persen tahun 2019 menjadi 24,4 persen tahun 2021. Hampir sebagian besar dari 34 provinsi menunjukkan penurunan dibandingkan tahun 2019 dan hanya 5 provinsi yang menunjukkan kenaikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa implementasi dari kebijakan pemerintah mendorong percepatan penurunan stunting di Indonesia telah memberi hasil yang cukup baik.

Baca juga : Rangkuman Perkembangan Obat Terapi Covid-19 Sepanjang 2021

SSGI 2021 yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan tidak hanya memberikan gambaran status gizi balita saja tetapi juga dapat digunakan sebagai instrumen untuk monitoring dan evaluasi capaian indikator intervensi spesifik maupun intervensi sensitif baik di tingkat nasional maupun kabupaten/kota yang telah dilakukan sejak 2019 dan hingga tahun 2024. Saat ini, prevalensi stunting di Indonesia lebih baik dibandingkan Myanmar (35 persen), tapi masih lebih tinggi dari Vietnam (23 persen), Malaysia (17 persen), Thailand (16 persen), dan Singapura (4 persen).

“Kami menyambut baik launching SSGI tingkat Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota ini. Oleh karnanya, saya menyampaikan penghargaan telah menyelesaikan status stunting di tahun 2021, upaya ini merupakan komitmen dari implementasi Peraturan Presiden No. 72 tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting,” ujar Tavip Sestama BKKBN pada sambutannya seperti dalam keterangan tertulis, Selasa (28/12).

Formulasi program percepatan dalam penurunan stunting mengarah pada intervensi berbasis keluarga beresiko stunting dengan menekankan pada penyiapan kehidupan berkeluarga, pemenuhan asupan gizi, perbaikan pola asuh, peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan dan peningkatan akses air minum dan sanitasi.

Pilar kelima dari Strategi Nasional Penanganan Stunting yakni pemantauan dan evaluasi dinilai strategis dan penting sebagai upaya mengetahui dampak intervensi terhadap pencegahan dan penanggulangan stunting. Hal ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap penurunan masalah stunting di Indonesia umumnya dan khususnya pada kabupaten/kota prioritas.

Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono menyampaikan, status gizi Indonesia sebagai penentu bagaimana menumbuhkan manusia unggul di masa depan. Kata dia, maju atau mundurnya sebuah bangsa ditentukan status gizi di negara tersebut.

Baca juga : Kronologi Viral Ibu Disuruh Tangkap Sendiri Pelaku Pencabulan

Menurutnya, penyediaan data prevalensi stunting melalui sistem pendataan yang akurat merupakan hal yang sangat penting dalam melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap upaya percepatan penurunan stunting di tingkat nasonal, kabupaten/kota."Hal ini merupakan salah satu strategi pemerintah dalam upaya penanggulangan stunting," katanya.

Studi ini, bertujuan mengetahui status gizi Balita meliputi stunting, wasting, overweight, severe acute malnutrition, serta faktor determinannya seperti pola makan, penyakit infeksi pada balita, perilaku imunisasi, sosial ekonomi, lingkungan, dan akses ke pelayanan kesehatan balita dengan representative tidak hanya nasional dan provinsi namun hingga keterwakilan kabupaten/kota.

Saat ini, di beberapa daerah, capaian prevalensi sudah di bawah 20 persen. Namun, masih belum memenuhi target dari RPJMN tahun 2024 sebesar 14 persen. 

"Bahkan, seandainyapun sudah tercapai 14 persen, bukan berarti Indonesia sudah bebas stunting. Namun, target selanjutnya adalah menurunkan angka stunting sampai kategori rendah atau di bawah 2,5 persen," tandasnya

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement