REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin menanggapi terkait baliho Puan Maharani yang terlihat di sekitar kawasan terdampak bencana erupsi Gunung Semeru, Jawa Timur. Menurutnya, masyarakat tidak butuh Baliho tapi butuh sembako.
"Pendekatan baliho mestinya dihentikan dulu oleh Puan. Apalagi balihonya dipasang di desa yang terdampak erupsi. Ini akan jadi kontraproduktif bagi Puan. Karena masyarakat tidak butuh Baliho. Tapi butuh sembako," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (22/12).
Kemudian, ia melanjutkan walaupun sudah memberikan bantuan ke mereka. Tapi karena pasang baliho, akhirnya kesannya tidak ikhlas. Karena membuat masyarakat tidak simpati pada Puan.
Ia menambahkan jika ingin membantu masyarakat yang terdampak erupsi. Bantu saja dengan ikhlas. Tanpa harus pasang baliho. Sebab, jika membantu lalu ada pasang baliho. Itu membuat masyarakat menilai kalau Puan ada maunya dan ada unsur politiknya.
"Itu bisa membuat masyarakat tidak simpati. Jika masyarakat tidak simpati maka akan membuat elektabilitasnya makin jeblok," kata dia
Sebelumnya diketahui, Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ruhut Sitompul menanggapi, baliho Puan Maharani yang terlihat di lokasi terdampak bencana erupsi Gunung Semeru, Jawa Timur. Menurut dia, baliho tersebut akan memberikan kekuatan dan hati masyarakat semakin teduh.
"Semoga rakyat tercinta di sekitar desa terdampak erupsi Gunung Semeru semakin teduh hatinya dengan adanya baliho Bu Puan Maharani ketua DPR RI juga tokoh PDI Perjuangan yang terus bekerja untuk rakyat Indonesia merdeka," katanya dalam cicitan di akun Twitter miliknya, Rabu (22/12).
Sebelumnya diketahui, Peneliti Forum Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, mengkritik bermunculannya baliho Ketua DPR, Puan Maharani, di lokasi terdampak erupsi Gunung Semeru. Lucius menilai, keberadaan baliho di lokasi bencana justru tidak bermartabat.
"Baliho di tempat bencana itu bukan ekspresi politik yang bermartabat. Politik baliho di daerah bencana itu merendahkan warga korban dan itu jelas tidak bermartabat," kata Lucius kepada Republika.co.id, Rabu (22/12).