REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) mengaku belum mengetahui apakah personel TNI Kompi-C Yonif 756/WMS bernama Prada Yotam Bugiangge bergabung dengan pihaknya. Prada Yotam dicurigai kabur dari satuannya dan bergabung dengan TPNPB-OPM.
Juru Bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom justru mencurigai kemungkinan Prada Yotam dibunuh anggota TNI-Polri. Menurutnya, hal itu memungkinkan dan pembunuhan dibuat seperti Prada Yotam melarikan diri dari tugas.
"Sekalipun Yotam Bugniangge dinyatakan melarikan diri, namun, kami masih curigai bahwa jangan sampai anggota TNI-Polri orang Indonesia yang bunuh dia dan hilangkan jejak, lalu pura-pura mengumumkan ke publik bahwa Yotam Bugiangge kabur membawa senjata laras panjang," kata Sebby dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Rabu (22/12).
Sebby memastikan, hingga kini belum menerima laporan mengenai Prada Yotam bergabung dengan pihaknya. Namun, ia berjanji akan memberikan informasi lebih lanjut, jika Prada Yotam benar-benar bergabung dengan TPNPB-OPM.
Meski demikian, menurut dia, wajar jika Prada Yotam maupun anggota TNI-Polri yang asli Papua memilih bergabung ke TPNPB-OPM. Sebab, kata dia, hal ini terjadi lantaran mereka tidak ingin melihat warga sipil asli Papua diperlakukan dengan buruk oleh anggota TNI-Polri.
"Itu wajar dan harus terjadi, karena mereka tidak ingin lihat warga sipil orang asli Papua diperlakukan seperti binatang oleh anggota TNI-Polri," tutur dia.
"Oleh karena itu, jangan heran jika banyak anggota TNI-Polri orang asli Papua yang akan bergabung ke TPNPB OPM. Karena mereka adalah anak-anak yang lahir dari rahim mama-mama Papua dan mereka tidak mau lihat warga sipil orang asli Papua selalu menjadi korban penembakan oleh pasukan teroris, yaitu TNI-Polri," tegasnya.
Sebelumnya, satu prajurit TNI yang bertugas di Kompi-C Yonif 756/WMS, Kabupaten Keerom, Papua, bernama Prada Yotam Bugiagge diduga melarikan diri dari kesatuannya dan membawa satu pucuk senjata api jenis SS-2 V1 sejak Jumat (17/12). Kapendam XVII/Cenderawasih, Kolonel Inf Aqsha Erlangga mengatakan, hingga saat ini, pihaknya masih melakukan pencarian terhadap Prada Yotam.
"Prada Yotam Bugiangge sampai hari ini telah melarikan diri dari Kesatuan Yonif 756/WMS selama empat hari dan sampai saat ini dalam proses pencarian," kata Aqsha dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Senin (20/12).
Aqsha menjelaskan, peristiwa ini bermula saat Prada Yotam akan melaksanakan tugas jaga bersama rekan-rekan lainnya. Saat persiapan tugas jaga, lanjutnya, tiba-tiba Prada Yotam Bugiangge berjalan menuju arah belakang tempat jaga sambil menelepon seseorang. Namun, belum diketahui siapa orang yang berbicara dengan Prada Yotam melalui sambungan telepon tersebut.
"Kemudian, menjelang proses serah terima ternyata Prada Yotam tidak hadir sehingga dilakukan pencarian oleh rekan-rekannya. Pencarian dilakukan mulai dari dalam asrama sampai dengan lingkungan sekitarnya, dan hanya menemukan pakaian dan sepatu yang dipakai Prada Yotam di semak-semak belakang asrama," ujar dia.
Aqsha menuturkan, proses pencarian bahkan dilanjutkan dengan menghubungi kerabat dan keluarga dari Prada Yotam. "Telah dilakukan koordinasi dengan Satuan Kewilayahan dan Satgas TNI untuk melakukan pencarian di sekitar wilayah di mana yang bersangkutan diduga melarikan diri dari kesatuan Kompi-C Yonif 756/WMS," jelasnya.
"Dalam pencarian telah disebar foto Prada Yotam Bugiangge untuk memudahkan proses pencarian. Namun, sampai saat ini masih belum ditemukan," tambah Aqsha menjelaskan.
Sementara, Panglima TNI, Jenderal Andika Perkasa angkat bicara mengenai kasus Prada Yotam Bugiagge (YB) yang diduga meninggalkan dinas tanpa izin dan membawa satu pucuk senjata api jenis SS-2 V1. Andika telah memerintahkan semua jajaran TNI Angkatan Darat (AD) serta TNI agar melaksanakan proses hukum
"Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa telah memerintahkan seluruh penyidik dan aparat hukum TNI AD dan TNI untuk melakukan proses hukum terhadap pelaku dan semua pihak yang membantu terjadinya tindak pidana tersebut," kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI, Mayjen Prantara Santosa dalam siaran persnya yang diterima di Jakarta, Senin (20/12).
Ia menyebut, tindakan oknum anggota TNI AD itu telah melanggar beberapa pasal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 dan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api.