Selasa 21 Dec 2021 08:15 WIB

Jurnal Maarif Institute Bahas Islam dan Kesetaraan Gender

Di tengah situasi pandemi Covid-19, isu-isu pemberdayaan perempuan, sangat penting.

Maarif  Institute bekerja sama dengan ITB AD Jakarta, menyelenggarakan diskusi dan peluncuran Jurnal Maarif  edisi ke-36 No.2 Desember 2021 dengan tema “Islam, Keseteraan Gender dan Pemberdayaan Ekonomi Perempuan”, Senin (20/12).
Foto: Dok Maarif Institute
Maarif Institute bekerja sama dengan ITB AD Jakarta, menyelenggarakan diskusi dan peluncuran Jurnal Maarif edisi ke-36 No.2 Desember 2021 dengan tema “Islam, Keseteraan Gender dan Pemberdayaan Ekonomi Perempuan”, Senin (20/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Maarif  Institute bekerja sama dengan ITB AD Jakarta, menyelenggarakan diskusi dan peluncuran Jurnal Maarif  edisi ke-36 No.2 Desember 2021 dengan tema “Islam, Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Ekonomi Perempuan”.

Kegiatan yang dilakukan melalui webinar ini dilaksanakan pada Senin  (20/12) dengan menghadirkan sejumlah narasumber, di antaranya  Prof Dr  Musdah Mulia  (guru besar UIN Syaif Hidayatullah Jakarta), Sylvana Apituley (wakil ketua Persekutuan Gereja gereja Reformis), dan Yulianti Muthmainnah (ketua PSIPP ITB AD). Bertindak sebagai keynote speaker, Dr  Mukhaer Pakkanna (rektor ITB AD). Acara ini dimoderatori oleh Neni Nur Hayati. 

Dalam pemaparannya, Dr  Mukhaer Pakkanna menyambut baik ajakan Maarif  Institute untuk bekerja sama dengan PSIPP ITB AD, Jakarta, dalam menyelenggarakan acara peluncuran Jurnal Maarif  ini. “Kerja  sama ini diharapkan mampu memperkuat etos keilmuan di lingkungan civitas akademika, utamanya terkait dengan isu-isu Islam dan kesetaraan gender, serta pemberdayaan ekonomi perempuan. Semoga diskusi ini membuka ruang ruang bagi dialektika pemikiran-pemikiran kritis tentang Islam, gender dan pemberdayaan perempuan, terlebih di era masa pandemi Covid-19,” kata Dr  Mukhaer Pakkanna dalam rilis yang diterima Republika.co.id.

Menurutnya, kekerasan berbasis gender di masa pandemi ini relatif meningkat. “Di sisi lain, ini justru membuka akses bagi perempuan untuk memerangi kondisi era pandemi, karena tak bisa dimungkiri era pandemi, menjadi peluang bagi kaum perempuan untuk menumbuhkan kreativitas dan ketrampilan di ruang-ruang informal,” ujarnya. 

Abd  Rohim Ghazali, direktur eksekutif Maarif Institute, mengatakan bahwa di tengah situasi pandemi Covid-19 ini, isu -su pemberdayaan perempuan, kasus kekerasan yang semakin meningkat, dan bagaimana tafsir terhadap agama yang selama ini terkesan meminggirkan peranan perempuan, menjadi sangat penting untuk didiskusikan. “Salah satu obsesi Alquran  ialah terwujudnya keadilan di dalam masyarakat. Keadilan dalam Alquran  mencakup segala segi kehidupan umat manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Karena itu Alquran tidak mentolerir segala bentuk penindasan, baik berdasarkan kelompok, etnis, warna kulit, suku bangsa, dan kepercayaan, maupun yang berdasarkan jenis kelamin,”  tegas Rohim.

Prof Musdah Mulia, menyampaikan rasa bahagianya serta memberikan apresiasi kepada Maarif  Institute karena telah mengangkat isu gender dan pemberdayaan ekonomi perempuan. Musdah lebih banyak menyoroti dan mengkritik pola tafsir yang tidak adil terhadap perempuan sehingga mewujudkan implikasi termarginalnya perempuan. 

Yuli Muthmainnah, juga menjelaskan pengalamannya melalui kampanye tingkat global-dunia yang bernama ‘HeForShe’. Selama 16 minggu Gerakan Zakat Nasional ini, menurut Yuli, dukungan laki-laki sangatlah teruji. “Ini sesuatu yang di luar ekspektasi dan di luar dugaan kami, bahwa laki-laki memberikan dukungan sedemikian besar. Peluncuran ‘HeForShe Alliance’ menjadi petanda komitmen bersama untuk mencapai kesetaraan dalam segala bidang kehidupan—utamanya dalam advokasi dan perlindungan pada perempuan dan anak,” paparnya.  

Narasumber ketiga, Sylvana Apituley, menjelaskan bahwa pendekatan berbasis gender sangat diperlukan dalam upaya penanganan dan pencegahan Covid-19. Kondisi saat ini, menunjukkan bukan hanya pandemi Covid-19  tetapi juga pandemi  kekerasan terhadap perempuan. Menurutnya, ada ribuan kasus kekerasan terhadap perempuan, termasuk KDRT, relasi personal, dan kekerasan seksual, dan kekerasan terhadap anak.

Acara peluncuran Jurnal ini diikuti tidak kurang dua ratus peserta, baik dari kalangan akademisi, mahasiswa, aktivis, maupun  masyarakat secara umum. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement