Rabu 15 Dec 2021 20:59 WIB

Pelaku Pencabulan Anak di Depok Gunakan Modus Mengajar Ngaji

Tersangka MMS diketahui mencabuli anak-anak dengan modus mengajar mengaji.

Rep: Rusdy Nurdiansyah/ Red: Bayu Hermawan
Ilustrasi Pemerkosaan
Foto: Republika On Line/Mardiah diah
Ilustrasi Pemerkosaan

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Tersangka MMS (52), pelaku pencabulan terhadap anak-anak di wilayah Kecamatan Beji, diketahui bukan warga Kota Depok. Pelaku menggunakan modus sebagai guru mengaji dalam melancarkan aksi bejatnya.

Aksi dugaan cabul MMS sudah sejak 2018 dilakukan di berbagai lingkungan RW di kawasan di Kecamatan Beji. Namun diselesaikan dengan kekeluargaan karena korban hanya satu dan dua anak, MMS menerima saksi diusir warga.  MMS yang kerap disapa Pakde sudah empat kali di usir warga dan berpindah RW di kawasan Kecamatan Beji karena diduga perilaku cabulnya ke anak-anak perempuan dengan modus memberi pelajaran mengaji gratis.

Baca Juga

"MMS itu hidupnya sendiri, mendapatkan uang dari imbalan sedekah dari kebisaannya mengajar ngaji. Ia sudah empat kali berpindah tempat kontrakan di RW yang berbeda. Infonya di usir warga karena diduga melakukan aksi cabulnya ke anak-anak perempuan," ujar Rohmat yang merupakan RT di tempat kejadian di sebuah bangunan di lahan barang-barang rongsokan di kasawan Beji, Kota Depok, Rabu (15/12).

Lanjut Rohmat, kemudian aksi terduga cabul MMS mendirikan majelis taklim di sebuah bangunan di lahan barang-barang rongsokan pada 2020. Kedoknya terbongkar setelah diantara anak-anak yang diajari mengaji saling bercerita telah dicabuli dengan iming-iming diberikan uang Rp 10 ribu.  

"Ada 15 anak yang kemudian melaporkan ke para orang tua dan ke saya. Lalu kami teruskan laporan ke polisi. Saat digerebek, MMS sedang bersama seorang perempuan. Setahu saya, dari cerita MMS, ia punya istri dan seorang anak yang sudah dewasa, tinggal di Jawa Timur," katanya.

Lurah di salah satu kawasan di Kecamatan Beji, Ahdyan menegaskan bahwa terduga pelaku cabul MMS tidak tercatat sebagai warga ber KTP Kota Depok. "Saya pastikan bukan warga ber KTP Kota Depok. Informasi yang saya terima dari warga, sebenarnya sudah curiga dengan sosok MMS yang berperilaku kurang baik dan berpenampilan tidak seperti guru ngaji," ujar Ahdyan saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (15/12).

Menurut Ahdyan atau yang akrab dipanggil Lurah Aceng, berdasarkan laporan warga, MMS sepertinya hanya berkedok guru ngaji dengan sengaja mengincar korban anak-anak perempuan berusia 10-15 tahun untuk mau mengaji dengan iming-iming uang Rp 10 ribu. 

"Sebenarnya sejak 2018 sudah ada laporan aksi cabul, namun karena hanya satu korban anak yang melapor diselesaikan secara kekeluargaan. Saat ini, ada 15 anak yang sudah melapor dicabuli. Sebagian besar anak-anak yang dicabuli berusia 10 tahun," tegasnya.

Pengurus PKS Kota Depok, Muttaqin Syafi menyesalkan pemberitaan yang begitu masif membesar-besarkan prilaku terduga cabul MMS sebagai guru ngaji tanpa embel-embel oknum. 

"Sangat menyakiti hati para guru ngaji. Dan kalau disebut guru ngaji itu pasti identik dengan orang yang mempunyai pemahaman agama lebih dari pada yang lainnya. Itu bukan prilaku guru ngaji, Itu hanya terjadi pada orang-orang yang memiliki kelainan jiwa dan lemah dalam mengendalikan diri, dari kalangan manapun orang itu berasal. Oleh karena penggunaan kata oknum, baiknya dipakai dalam pemberitaan," jelasnya.

Aparat kepolisian dari Polres Metro (Polrestro) Depok telah menetapkan MMS sebagai tersangka kasus pencabulan terhadap belasan anak-anak dibawah umur. "Saat ini kami sedang memberikan pendampingan melalui Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestro kepada para korbannya. Dan, Komis Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga akan datang untuk ikut melakukan pendampingan," ujar Kapolrestro Depok, Kombes Imran Edwin Siregar saat dihubungi Republika, Rabu (15/12).

Ia menambahkan, pihaknya juga melakukan langkah-langkah terkait trauma healing dan korban harus dilindungi dengan memperoleh keterangan dengan kehati-hatian. "Kami menegaskan tersangka itu oknum guru ngaji. Akibat perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 76 juncto Pasal 82 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, hingga pasal 64 KUHP dengan ancaman minimal lima tahun penjara," tegas Imran. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement