Jumat 10 Dec 2021 12:43 WIB

Jokowi Tegaskan Semua Warga Negara Setara dalam Hukum

Semua warga negara punya hak dan kedudukan yang setara dalam politik dan hukum.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Foto: Antara/Setpres/Agus Suparto
Presiden Joko Widodo (Jokowi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, semua warga negara punya kedudukan yang setara dalam politik dan hukum. "Jaminan hak-hak sipil, politik, dan hukum juga harus menjadi perhatian kita bersama. Semua warga negara punya hak politik dan hukum," kata Jokowi dalam Peringatan Hari Hak Asasi Manusia Sedunia Tahun 2021 di Istana Negara, Jakarta Pusat, Jumat (10/12).

Hadir dalam acara itu Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik, serta para pejabat terkait lainnya.

Baca Juga

"Semua warga negara punya hak dan kedudukan yang setara dalam politik dan hukum, semua warga negara berhak mendapat perlindungan yang sama dari negara tanpa membeda-bedakan suku, agama, gender ataupun ras," ujar Jokowi menekankan.

Menurut dia, semua warga negara berhak mendapatkan pelayanan dari negara dan berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Contoh tindakan negara dalam menjamin hak politik dan hukum tersebut, menurut Jokowi, adalah dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 53 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun 2021-2025 yang disahkan pada 8 Juni 2021.

"Rencana aksi ini dimaksudkan untuk melaksanakan penghormatan, perlindungan, pemenuhan, penegakan dan pemajuan HAM di Indonesia dan sasaran utamanya terutama kelompok perempuan, anak, kelompok masyarakat adat dan penyandang disabilitas," kata Jokowi.

Perpres Nomot 53 Tahun 2021, kata dia, juga menegaskan penegakan HAM bukan hanya mencakup penghormatan hak sipil dan politik. "Penegakan HAM juga mencakup pemenuhan hak ekonomi sosial, budaya terutama bagi kelompok-kelompok rentan yang bukan hanya perlu kita lindungi, tapi juga kita penuhi hak-haknya," ujar Jokowi.

Dia menyampaikan, pada pekan lalu, telah melantik untuk pertama kalinya Komite Disabilitas Nasional. Komite tersebut menunjukkan komitmen pemerintah untuk memastikan dan memantau penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas.

"Dan merupakan wujud untuk implementasi dan pemantauan terhadap 'Convention of The Right of Person With Disabilities' (CRPD). Sekali lagi, agar setiap warga negara mendapatkan hak-hak yang sama tanpa merasa diabaikan dan dibedakan," ujar Jokowi.

Dia menyebutkan, pemerintah berkomitmen untuk menegakkan, menuntaskan, dan menyelesaikan pelanggaran hak berat dengan prinsip keadilan bagi korban dan yang diduga menjadi pelaku HAM berat. Langkah itu dilakukan demi keadilan bersama.

"Pascapengesahan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, pemerintah melalui jaksa agung telah mengambil langkah untuk melakukan penyidikan umum terhadap peristiwa pelanggaran HAM berat. Salah satu kasus adalah tadi yang sudah disampaikan Bapak Ketua Komnas HAM, adalah kasus Paniai di Papua tahun 2014," kata Jokowi.

Menurut Jokowi, Kejaksaan Agung telah melakukan penyidikan terhadap dugaan kasus pelanggaran HAM berat di Paniai, Provinsi Papua berdasarkan berkas pemeriksaan yang sudah dilakukan sebelumnya oleh Komnas HAM. "Kejaksaan tetap melakukan penyidikan umum untuk menjamin terwujudnya prinsip-prinsip keadilan dan penegakan hukum," ujar Jokowi.

Insiden Paniai terjadi 7-8 Desember 2014, yaitu peristiwa kekerasan sipil yang melibatkan anggota TNI dan mengakibatkan empat orang meninggal dan 21 orang mengalami luka berat akibat penganiayaan. Komnas HAM yang sudah memeriksa 26 saksi, peninjau dan memeriksa TKP di Enarotali, memeriksa dokumen serta diskusi dengan para ahli menetapkan peristiwa Paniai sebagai pelanggaran HAM berat pada 3 Februari 2020.

Berkas dan kesimpulan penyelidikan diserahkan kepada jaksa agung pada 11 Februari 2020. Namun, berkas tersebut dikembalikan jaksa agung pada 19 Maret 2020, karena dinilai belum memenuhi unsur formil dan materiil. Pada 14 April 2020, Komnas HAM mengembalikan kembali berkas tersebut kepada jaksa agung. Untuk kedua kalinya, jaksa agung pada 20 Mei 2020, mengembalikan berkasnya dengan alasan yang mirip.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement