Selasa 30 Nov 2021 18:24 WIB

Saatnya Rangkul Pekerja Informal dalam BPJS Ketenagakerjaan

Program BPJS Ketenagakerjaan selama ini banyak yang belum tersampaikan ke masyarakat.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Agus Yulianto
Direktur Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, Zainudin (baju putih) menyaksikan penyerahan klaim program BPJS Ketenagakerjaan kepada ahli waris peserta, di Islamic Center Kabupaten Indramayu, Ahad (28/11).
Foto:

Zainudin menyebutkan, jumlah total peserta BPJS Ketenagakerjaan di seluruh Indonesia saat ini ada 52 juta peserta. Dari jumlah tersebut, yang masih aktif ada 31,6 juta peserta.

Untuk sektor formal, dari 40 juta pekerja, tercatat ada 40 persen di antaranya yang sudah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Sementara untuk pekerja informal, dari 70 juta orang, baru tujuh persen yang menjadi peserta.

"Yang paling banyak belum menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan adalah pekerja informal dan UKM. Untuk itulah kita terus sosialisasi, salah satunya di tempat ini," ujar Zainudin.

Sementara itu, untuk Kabupaten Indramayu, jumlah peserta BPJS Ketenagakerjaan mencapai 32.956 orang. Dari jumlah itu, sebanyak 17 ribu orang pekerja formal, 9.300 pekerja informal dan 6.600 jasa konstruksi.

Kepala Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Indramayu, Muhammad Imam Taufik, menyebutkan, dari 9.300 pekerja informal yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, sekitar 4 ribu orang di antaranya merupakan nelayan. "Nelayan memang yang paling banyak, disamping adapula pedagang pasar, petani, tukang ojeg dan pekerja sektor informal lainnya," ujar Imam.

Imam menyatakan, pihaknya terus mendorong agar pekerja sektor informal di Kabupaten Indramayu bisa menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Salah satunya dengan rutin melakukan sosialisasi ke tempat-tempat pelelangan ikan di Kabupaten Indramayu, dengan sasaran nelayan. "Itu cukup efektif," tutur Imam.

Imam menjelaskan, dalam BPJS Ketenagakerjaan bagi sektor informal atau bukan penerima upah (BPU), ada tiga program yang bisa diikuti. Yakni, jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan kematian (JKM) dan jaminan hari tua (JHT).

Dalam JKK, peserta bisa menerima manfaat berupa uang tunai dan/atau pelayanan kesehatan yang diberikan saat mereka mengalami kecelakaan kerja atau penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Jika peserta mengalami cacat total tetap atau meninggal dunia akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja, maka dua orang anaknya bisa menerima beasiswa, sejak TK hingga perguruan tinggi.

Imam menyebutkan, untuk tingkat TK dan SD, beasiswanya sebesar Rp 1,5 juta per orang per tahun dan untuk SMP/sederajat, beasiswanya sebesar Rp 2 juta per orang per tahun.

Untuk tingkat SMA/sederajat, beasiswanya Rp 3 juta per orang per tahun dan tingkat pendidikan tinggi maksimal strata 1 (S1) atau pelatihan, beasiswanya senilai Rp 12 juta per orang per tahun.

Sementara dalam JKM, ahli waris akan menerima uang tunai ketika peserta meninggal dunia, bukan akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja. Uang tunai itu berupa santunan kematian, santunan berkala, biaya pemakaman dan beasiswa pendidikan untuk dua orang anak peserta. Besaran beasiswa dalam JKM itu sama dengan JKK.

"Tapi, beasiswa anak dalam JKM ini ada syaratnya. Yaitu, diberikan jika peserta telah memiliki masa iur minimal tiga tahun dan meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja," ujar Imam.

Sedangkan dalam JHT, peserta bisa menerima manfaat berupa uang tunai yang besarnya adalah akumulasi seluruh iuran yang telah dibayarkan, ditambah dengan hasil pengembangannya.

"Untuk sektor informal, minimal ada dua program yang wajib diikuti, yakni JKK dan JKM. Untuk JHT itu sifatnya sukarela," tutur Imam.

Untuk memperoleh manfaat dalam JKM dan JKK, peserta cukup membayar iuran Rp 16.800 per bulan. Sedangkan jika ingin mengikuti JHT, iurannya ditambah Rp 20 ribu per bulan. Jadi totalnya Rp 36 ribu per bulan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement