REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti akan melaporkan temuan dugaan bisnis konflik Papua di Intan Jaya ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Itu disampaikan, setelah Fatia menjalani pemeriksaan klarifikasi di Polda Metro Jaya.
"Kami juga terus mendorong kepada Komnas HAM selaku pihak yang bisa berikan desakan kepada negara untuk lakukan investigasi lebih lanjut terkait situasi pelanggaran HAM dan situasi lingkungan di Intan Jaya," ujar Fatia, saat ditemui Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (23/11).
Kemudian untuk dugaan pelanggaran-pelanggaran amdal dalam blok Wabu Intan Jaya, kata Fatia, pihaknya akan mendorong Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk memeriksa hal tersebut. Ia berharap Komnas HAM turun langsung ke Papua untuk menyelidiki terkait temuan hasil riset sembilan organisasi perihal bisnis konflik di tanah itu.
"Seharusnya ketika ada situasi seperti ini bisa buka klarifikasi dengan data lain ataupun datang ke Papua dan juga tolong orang-orang Papua serta berikan keadilan dan hak asasi manusia bagi orang-orang Papua," ungkap Fatia.
Sementara terkait kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (LBP), Fatia tak mempersoalkan jika kasus ini berlanjut ke meja hijau. Bahkan justru dengan dibawanya ke pengadilan masyarakat menjadi tahu duduk persoalannya.
"Ya gak masalah, justru pengadilan bisa menjadi ruang, sehingga publik bisa tahu seluas-luasnya soal situasi yg terjadi di Papua," tegas Fatia di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (23/11).
Mengenakan pakaian berwarna putih, Fatia hadir di Gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya pada pukul 10.35 WIB didampingi tim kuasa hukumnya. Sedangkan terlapor lainnya, Direktur Lokataru Haris Azhar, terlebih diperiksa penyidik pada Senin (22/11) kemarin.
Menurut Fatia, justru dengan adanya pengadilan akan lebih fair dan terbuka. Di pengadilanlah masyarakat dapat melihat banyak bisnis di Papua yang akhirnya menjadi bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Mulai dari anak kecil bisa jadi korban penembakan, dan semakin banyaknya pengungsi internal.
"Sampai saat ini negara belum memberikan keadilan dan tindakan terkait pelanggaran yang dilakukan," keluh Fatia.