Selasa 23 Nov 2021 20:47 WIB

Apa yang Salah dengan Banjir Bandang Kota Batu?

Belasan warga dilaporkan hilang, dan beberapa di antaranya ditemukan meninggal dunia.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Andi Nur Aminah
Banjir bandang menerjang Kota Batu dan Malang, Jawa Timur, setelah hujan intensitas tinggi mengguyur wilayah hulu Sungai Brantas, Kamis (4/11), pukul 14.00 WIB. Sebanyak 15 warga dilaporkan hanyut. 
Foto:

Dari peristiwa tersebut, dilaporkan sebanyak 15 orang menjadi korban, yang rinciannya ditemukan dalam keadaan selamat delapan orang dan tujuh orang lainnya meninggal dunia. Berdasarkan catatan resmi BPBD, total sebanyak 124 kepala keluarga terdampak, lalu 53 unit rumah rusak, 32 unit rumah terendam lumpur, 11 unit mobil ditambah 46 unit sepeda motor terseret arus.

Hewan ternak yang terdampak sebanyak 128 ekor, delapan lahan, 11 kandang ternak dan dua unit tempat usaha, termasuk pipa saluran air HIPPAM serta PDAM terputus. "Update data kerusakan atau kerugian terus dapat berubah karena proses pendataan masih berlangsung," ucap dia.

Dua hari usai kejadian, Pemkot Batu melakukan pemantauan melalui udara menggunakan helikopter Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk memantau di hulu maupun hilir. Hasilnya, pertama akibat adanya sumbatan di aliran daerah hulu dalam bentuk dam alam atau natural yang disebabkan oleh banyaknya longsor di punggung bukit atau lereng membawa material lumpur, kayu serta batu (tujuh punggung bukit dan enam lembah).

Kemudian, minimnya tanaman tegakan di lereng Gunung Pucung dan Pusung Lading yang berpotensi terjadinya longsoran susulan di daerah tersebut dan berpotensi terbentuknya dam alam di daerah aliran air. Lalu, banyaknya pohon tegakan terlihat putih yang mengindikasikan tanaman tersebut telah mati.

Kematian pohon tersebut diduga akibat kebakaran lereng Arjuna 2019 atau sengaja dimatikan untuk perluasan areal tanam perladangan di wilayah Perhutani. "Tapi, hal tersebut perlu dilakukan penelitian, pengkajian dan pembuktian lebih lanjut," kata Agung.

Berikutnya, adanya alih fungsi lahan dari fungsi hutan ke perladangan tanaman semusim atau tetelan di lereng tersebut. Hal ini menyebabkan air hujan tidak terserap ke dalam tanah tapi menjadi air limpasan atau run off yang berpotensi terjadinya longsor.

Hasil pantauan kedua, diharapkan segera dilakukan antisipasi banjir susulan mengingat masih banyaknya timbunan lumpur, kayu dan batu yang dikhawatirkan saat puncak musim hujan pada Januari-Februari 2022 memungkinkan terbentuknya dam alam atau sumbatan baru."Hasil pantauan udara juga terlihat kurang lebih delapan titik yang berpotensi terjadi dam alam," kata Agung.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement