REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Maraknya kepala daerah yang ‘terciduk’ operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), membuat sejumlah kepala daerah di Jawa Tengah takut mengalami nasib yang sama. Yang menjadi persoalan, ternyata belum semua kepala daerah memahami dan menyadari jika apa yang dilakukannya (terkait dengan kebijakan) ternyata salah di mata lembaga antirasuah tersebut.
Hal ini terungkap dalam acara Rapat Koordinasi Pemberantasan Korupsi Terintregasi oleh Ketua KPK, Firli Bahuri dan diikuti oleh bupati/wali kota serta pimpinan DPRD se- Jawa Tengah, di gedung Gradhika Bhakti Praja, Semarang, Kamis (11/11). Dalam forum ini, sejumlah kepala daerah mempertanyakan beberapa hal teknis terkait dengan upaya-upaya pencegahan kepada Ketua KPK, salah satunya adalah Bupati Banyumas, Achmad Husein.
“Kami semua, kepala daerah di Jawa Tengah ini, juga takut dan tidak mau di OTT oleh KPK. Di sisi lain, semangat KPK itu kan pencegahan korupsi. Maka, kami mohon KPK agar terus mendampingi dan mengingatkan kami,” ungkapnya.
Sebab, lanjutnya, selama ini tidak sedikit kepala daerah yang terjerat OTT KPK ternyata tidak tahu kalau apa yang dilakukannya atau kebijakan yang diambil tersebut salah. “Jadi kami masih butuh pendampingan sebagai upaya pencegahan,” tegasnya.
Masih terkait dengan korupsi oleh kepala daerah, Bupati Batang, Wihaji menyampaikan kepada Firli bahwa maraknya kepala daerah yang tersandung kasus korupsi, salah satunya karena biaya operasional kepala daerah yang sangat kecil.
Bahkan jumlah biaya operasional kepala daerah tersebut jauh lebih kecil dari ongkos pemilihan kepala daerah (pilkada) lima tahunan yang menurutnya begitu mahal.
Sehingga sistem politik inilah yang menjadi cikal bakal munculnya korupsi yang dilakukan kepala daerah di negeri ini. “Terus terang ini suasana ‘kebatinan’ kami, hasil dari sistem politik sekarang,” tegasnya.