Rabu 03 Nov 2021 20:39 WIB

KSPI Kembali Ancam Mogok Kerja Nasional Jika Upah tidak Naik

Buruh akan mogok produksi dengan menanggung segala risikonya.

Rep: Febryan A/ Red: Ilham Tirta
Massa buruh dari KSPI menggelar demonstrasi (ilustrasi).
Foto: Republika/Febryan. A
Massa buruh dari KSPI menggelar demonstrasi (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal kembali menegaskan, pihaknya akan menggelar mogok kerja nasional apabila Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 tidak dinaikkan 7-10 persen. Langkah ini akan dilakukan jika aksi demonstrasi pada 10 November mendatang masih diabaikan pemerintah.

"Kalau tuntutan upah minimum tidak didengar, UU Cipta Kerja tetap disahkan oleh Mahkamah Konstitusi. Bisa dipastikan (kami melaksanakan) mogok nasional, setop produksi. Kami akan lakukan dengan segala risiko," ungkap Said dalam konferensi pers daring, Rabu (3/11).

Said menerangkan, mogok nasional akan digelar dengan melibatkan seluruh anggota KSPI dan anggota serikat buruh lainya. Pelaksanaanya nanti akan mengacu pada UU Nomor 13 Tahun 2003 yang mengatur prosedur mogok kerja dan unjuk rasa. Selain itu, pelaksanaanya juga akan mematuhi protokol kesehatan pencegahan Covid-19.

Sebelum itu, KSPI akan menyampaikan tuntutannya terlebih dahulu lewat aksi demonstrasi pada 10 November 2021. Aksi serentak di 150 kota/kabupaten di 26 provinsi itu, kata Said, akan diikuti 10 ribu buruh. "Aksi akan dipusatkan di kantor gubernur, bupati/walikota, dan kantor DPRD wilayah masing-masing," ujarnya.

Baca juga:

Said menyebut, tuntutan dalam aksi 10 November masih sama dengan tuntutan pada aksi 26 Oktober lalu. Pertama, naikkan UMP dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2022 sebesar 7-10 persen.

Kedua, berlakukan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) 2021 dan 2022. Ketiga, batalkan UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law). Keempat, tetap berlakukan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) tanpa diikat UU Nomor 11 tahun 2020.

Said menyebut, perhitungan kenaikan upah 7-10 persen itu menggunakan formula dalam Peraturan Pemerintah (PP) 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dan UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Untuk diketahui, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law). Said menolak keras penggunaan UU Cipta Kerja karena peraturan tersebut sedang digugat dan sedang disidangkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyebut, upah minimum akan ditetapkan pada akhir November. Dalam proses penerapannya, Kemnaker menggunakan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Kini, Kemnaker masih menunggu data dari Badan Pusat Statistik (BPS) terkait pertumbuhan ekonomi, inflasi daerah, dan kelayakan hidup.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement