Senin 18 Oct 2021 17:03 WIB

Robin Pattuju Patok Rp 10 M Urus Perkara Eks Bupati Kukar

Eks Bupati Kukar mengonfirmasi soal Robin ke Azis Syamsuddin.

Mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari berjalan meninggalkan gedung KPK usai diperiksa di Jakarta, Senin (2/12/2019).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari berjalan meninggalkan gedung KPK usai diperiksa di Jakarta, Senin (2/12/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju mematok lawyer fee Rp 10 miliar untuk mengurus permohonan peninjauan kembali (PK) dan pengembalian aset milik bekas Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari. Rita akhirnya sempat menyuap Robin Rp 5 miliar untuk mengurus asetnya yang disita KPK.

"Dengan uang Rp 10 miliar akan mengembalikan 19 aset saya," kata Rita di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (18/10). Rita bersaksi untuk dua orang terdakwa, yaitu eks penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju dan advokat Maskur Husain yang didakwa menerima total Rp 11,5 miliar dari pengurusan lima perkara di KPK.

Baca Juga

Dalam dakwaan Rita Widyasari disebut menyuap Stepanus Robiin Pattuju senilai Rp 5,197 miliar untuk mengurus pengembalian aset yang disita KPK terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan permohonan PK. "Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saudara mengatakan 'Maskur Husain menjanjikan ke saya bahwa dalam 1-2 bulan kasus ini bisa diselesaikan, tapi ada perjanjian dengan Pak Usman Husain harus dikembalikan selama 6 bulan," ungkap Rita.

Rita Widyasari saat ini sedang menjalani vonis 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan sejak 2018 karena terbukti menerima uang gratifikasi Rp 110,72 miliar terkait perizinan proyek pada dinas di Pemkab Kukar. Rita juga masih menjadi tersangka dugaan TPPU di KPK.

"Saya sampaikan bahwa saya tidak punya uang tunai tapi saya punya aset 2 rumah dan 1 apartemen kalau bapak perkenan silakan aset saya dipergunakan," ungkap Rita. "Dalam BAP saudara mengatakan 'Setelah ketemu Robin dan Maskur saya pernah kontak Pak Azis (Azis Syamsuddin, mantan wakil ketua DPR) untuk mengonfirmasi apakah Robin benar penyidik KPK, Pak Azis menjawab 'Benar Robin adalah penyidik KPK' dan menyampaikan Maskur akan jadinya pengacara untuk mengurus PK perkara yang saya hadapi tapi karena saya tidak punya uang tunai untuk 'fee' Maskur, Pak Azis mengatakan karena tidak uang cash pikirkan cara lain, saya tanya aset bisa kali Bang? Pak Azis mengatakan coba tanya ke mereka', apakah benar?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK.

"Iya betul, itu melalui telepon," jawab Rita. Namun belakangan Rita tahu dari pengacara lamanya bernama Sugeng bahwa Maskur Husain tidak pernah mengajukan permohonan PK untuk perkaranya.

"Pengacara lama saya karena kecewa diberhentikan, beliau cek ternyata namanya Pak Maksur tidak ada di pendaftaran PK, padahal harusnya sudah terdaftar. Sampai kena OTT juga masih mengecek tidak ada pendaftaran PK. Padahal saat Pak Robin datang berkunjung beliau mengatakan PK saya bagus-bagus terus, Insya Allah bagus, saya jadi bingung didaftarkan atau tidak," ungkap Rita.

Dalam dakwaan disebutkan Rita menyerahkan akta satu unit Apartemen Sudirman Park Tower A lantai43 Unit C di Jakarta Pusat dan sebidang tanah beserta rumah yang terletak di Jalan Batununggal elok I nomor 34, Bandung. Rumah di Bandung itu lalu digadaikan kepada terpidana kasus korupsi bernama Usman Efendi.

"Pak Usman pernah dibawa sama Pak Robin dan Pak Maskur ke Tangerang, Pak Usman disebut akan jadi pendana dengan jaminan 1 rumah saya, waktu itu Rp 2,5 miliar tapi katanya saya harus mengembalikan 2 kali lipatnya. Belakangan saya baru tahu dari penyidik Rp 3 miliar karena di dalam kuitansinya ada transfer ke Maskur tulisannya 'uang titipan bu Rita'," jelas Rita.

Belakangan PK Rita pada Juni 2021 ditolak MA sehingga Rita harus tetap menjalani hukuman 10 tahun.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement