Sabtu 02 Oct 2021 10:23 WIB

Pemerintah Agar Perhatikan Kesejahteraan Penyuluh KB

Petugas Lapangan KB adalah ujung tombak garda depan program BKKBN di masyarakat

Rep: Rizky Surya/ Red: Hiru Muhammad
Beberapa motor operasional BKKBN siap diserahterimakan ke pengurus KB wilayah di Balai Kota Yogyakarta, Selasa (28/7). Sebanyak 16 motor diserahkan kepada penyuluh KB yang tersebar di 14 kecamatan di Yogyakarta. Penyerahan motor baru ini untuk menunjang kerja penyuluhan ke masyarakat.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Beberapa motor operasional BKKBN siap diserahterimakan ke pengurus KB wilayah di Balai Kota Yogyakarta, Selasa (28/7). Sebanyak 16 motor diserahkan kepada penyuluh KB yang tersebar di 14 kecamatan di Yogyakarta. Penyerahan motor baru ini untuk menunjang kerja penyuluhan ke masyarakat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati meminta agar pemerintah memperhatikan kesejahteraan Penyuluh Keluarga Berencana (PKB)/Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB). Tujuannya agar mereka membantu mengatasi persoalan stunting secara maksimal.

Guna mempercepat penurunan angka stunting, Mufida menekankan pentingnya Penyuluh KB dilibatkan dalam proses penanganan stunting."Kita minta perhatian BKKBN dan Pemerintah pusat untuk kesejahteraan teman-teman penyuluh KB. Mereka membutuhkan tambahan insentif kesejahteraan sebagaimana yang sudah kita bahas pada rapat anggaran untuk membantu penurunan angka stunting," kata Mufida dalam keterangan pers yang diterima Republika, Sabtu (2/10).

Mufida menyebut, Penyuluh KB/Petugas Lapangan KB adalah ujung tombak garda depan program BKKBN di masyarakat. Mereka, papar Mufida, juga membutuhkan bantuan tambahan alat peraga untuk membantu edukasi secara intensif ke warga.

"Ditambah pelatihan dan pembekalan khususnya dalam menghadapi tantangan di setiap daerah untuk menurunkan angka stunting," ujar Mufida.

Mufida juga meminta agar BKKBN melakukan koordinasi secara baik dengan lintas kementerian dan lembaga agar program stunting ini tidak terkesan saling lempar tanggung jawab.

"Tolong lakukan koordinasi dengan Kementerian dan Lembaga sebab banyak program stunting ini yang berkaitan dengan banyak stakeholder. Jangan saling lempar tanggung jawab nantinya," ucap Mufida.

Mufida mencontohkan koordinasi BKKBN dengan Kementerian Dalam Negeri untuk memastikan Pemda memberikan perhatian serius dalam program penurunan stunting. Kemudian harus ada pembagian kerja yang jelas antara BKKBN dan Kementerian Kesehatan pada sektor penanganan stunting."Jangan sampai lempar tanggung jawab dan wewenang. Kita tidak mau dalam penanggulangan stunting terjadi saling mengandalkan dan overlap antar stakeholder. Semua harus jelas siapa mengerjaian apa, agar target 2024 bisa tercapai," sebut Mufida.

Saat ini prevalensi stunting Indonesia pada 2019 mencapai 27,7 persen. Hampir 50 persen provinsi di Indonesia masih memiliki prevalensi stunting diatas 30 persen, beberapa contohnya adalah Nusa Tengara Timur yang mencapai 43,8 persen dan Sulawesi Barat 40,4 persen. Bahkan di Jakarta sebagai ibukota negara, masih terdapat 19 persen prevalensi stunting. Sementara itu, target Pemerintah Pusat prevalensi stunting harus mencapai 14 persen pada 2024. Rizky Suryarandika

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement