Kamis 16 Sep 2021 17:22 WIB

Menunggu Sikap Presiden Pascarekomendasi Ombudsman Soal KPK

Presiden diharap segera bertemu Ombudsman dan Komnas HAM bahas nasib pegawai KPK.

Mantan pimpinan KPK Saut Situmorang (kanan) bersama penyidik nonaktif KPK Novel Baswedan (kiri) menuliskan surat untuk presiden saat mengikuti aksi anti korupsi di Jakarta, Rabu (15/9/2021). Aksi tersebut berlangsung sebagai bentuk kekecewaan terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia, serta meminta Presiden Joko Widodo untuk membatalkan pemecatan 57 pegawai KPK yang selama ini memiliki integritas tinggi dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Foto:

Direktur Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII) Eko Riyadi mengatakan sejak awal PUSHAM UII juga dalam posisi mengkritik prosedur dan substansi TWK yang penuh problematikanya tersebut. Ia menilai prosedur TWK sangat tendensius, dan sudah terlihat sejak awal menargetkan, serta ingin menyingkirkan orang orang tertentu di KPK.

"Substansinya juga banyak menyinggung aspek forum internum, dari peserta TWK yang masuk kategori kebebasan yang tidak bisa diintervensi negara," ungkapnya.

Faktanya, sekarang, ketika 57 pegawai KPK diberhentikan oleh pimpinan KPK per 1 Oktober 2021 mendatang. Padahal, kata dia, sejak awal Presiden Jokowi sudah menegaskan TWK pegawai KPK tidak menjadi dasar untuk memberhentikan pegawai KPK. Namun kini, presiden pun bersikap berbeda. "Ini bukti bahwa sejak awal, pimpinan KPK ternyata satu kesatuan dengan pemerintah dan presiden," terangnya.

Ia juga melihat pimpinan KPK dengan penuh percaya diri, mengabaikan suara publik dan aspirasi masyarakat sipil, bahkan rekomendasi Komnas HAM dan Ombudsman RI soal TWK. Tanpa menunggu sikap presiden, pimpinan KPK langsung memberhentikan para pegawainya yang tak lolos TWK. "Suara publik diabaikannya, suara lembaga independen Komnas HAM dan Ombudsman RI diacuhkannya," kata Eko kepada wartawan, Kamis (16/9).

Ketua Wadah Pegawai KPK nonaktif, Yudi Purnomo mengungkapkan bahwa puluhan pegawai yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) akan tetap menempuh jalur hukum. Hal itu menyusul pemecatan terhadap 51 pegawai KPK oleh pimpinan lembaga antirasuah tersebut.

Baca juga : Mengulik Usulan Mendagri, Pemilu 2024 Digelar April atau Mei

"Walaupun sampai sekarang kami belum mendapatkan SK pemberhentian, tapi setelah nanti mendapatkan kami akan melakukan perlawanan hukum," kata Yudi Purnomo dalam keterangan, Kamis (16/9).

Dia mengatakan, upaya hukum dilakukan karena keputusan yang diambil pimpinan KPK tidak sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo. Dia menilai bahwa pimpinan KPK seperti berlawanan dengan perintah presiden yang menyebutkan bahwa TWK bukan sebagai patokan pegawai KPK dapat beralih menjadi ASN.

Dia mengungkapkan, imbas dari TWK yang penuh dengan permasalahan itu adalah pemberhentian terhadap pegawai KPK yang berintegritas. Dia berpendapat bahwa pemecatan tersebut menjadi sebuah upaya pelemahan terhadap pemberantasan korupsi.

Yudi berharap Presiden Jokowi segera mengambil sikap mengenai permasalahan pegawai KPK yang diberhentikan karena proses TWK. Menurutnya, hanya Jokowi sebagai panglima tertinggi yang dapat memberhentikan atau tidak 51 Pegawai KPK tersebut.

"Kondisi seperti ini tidak boleh dibiarkan. Mengapa para pejuang anti korupsi, penyidik, penyelidik dan pegawai lainnya yang selama belasan tahun ini telah memberantas korupsi namun pada kenyataannya malah diberhentikan dengan alasan TWK padahal arahan presiden pada Mei yang lalu sudah jelas bahwa 75 orang pegawai KPK ini tidak boleh diberhentikan," katanya.

Baca juga : Rokok dan 6 Perkara yang Membatalkan Wudhu

Seperti diketahui, KPK resmi memecat 51 pegawai yang dinilai tidak memenuhi syarat (TMS) berdasarkan TWK, termasuk penyidik senior Novel Baswedan. Pemberhentian tersebut berlaku efektif per 1 Oktober 2021 nanti.

"Kepada pegawai KPK yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak mengikuti pembinaan melalui diklat bela negara, diberhentikan dengan hormat dari pegawai KPK," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata

TWK merupakan proses alih pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi polemik lantaran dinilai sebagai upaya penyingkiran pegawai berintegritas. Ombudsman menemukan banyak kecacatan administrasi serta didapati sejumlah pelanggaran HAM oleh Komnas HAM.

photo
KPK sampaikan keberatannya atas temuan proses TWK yang dinilai maladministrasi oleh Ombudsman. - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement